Jumat, 10 Maret 2017

Program Tax Amnesty Tinggal Hitungan Hari



BANDA ACEH – Program tax amnesty atau pengampunan pajak tahap tiga atau terakhir berakhir 31 Maret 2017. Karena itu, wajib pajak (WP) diharapkan segera memanfaatkan program ini yang tinggal beberapa hari lagi. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Banda Aceh akan melakukan pemeriksaan pajak dan tindakan penegakan hukum lainnya terhadap WP yang tak memanfaatkan program ini.

Kepala KPP Pratama Banda Aceh, Nurul Hidayat menyampaikan hal ini kepada Serambi, Selasa (7/3). “Sehingga saat ini waktu yang tepat bagi wajib pajak untuk memanfaatkan program tax amnesty yang tarifnya jauh lebih rendah dibandingkan tarif pajak secara normal,” katanya.

Nurul Hidayat mengatakan sebenarnya 2016 merupakan tahun penegakan hukum bagi wajib pajak yang tidak patuh, namun dengan adanya program tax amnesty, maka program penegakan hukum akan dilaksanakan setelah berakhirnya tax amnesty periode ketiga (1 Januari-31 Maret 2017). Tindakan pemeriksaan pajak maupun penegakan hukum tersebut merupakan implementasi dari Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.

“Pemerintah memberikan kesempatan kepada wajib pajak yang selama ini tidak patuh untuk memanfaatkan program tax amnesty yang sudah berlaku sejak 1 Juli 2016,” sebutnya.

Nurul Hidayat menambahkan rencana pemeriksaan pajak tersebut tidak main-main, karena Direktorat Jenderal Pajak saat ini sudah bekerja sama dengan berbagai instansi untuk menghimpun data wajib pajak pelaku industri, wajib pajak profesi, wajib pajak UMKM dan wajib pajak dari sektor lainnya yang selama ini tidak patuh dan tidak memanfaatkan program tax amnesty.

Selain itu seiring dengan revisi Undang-Undang Perbankan khususnya yang terkait dengan kerahasiaan perbankan, pada tahun 2018 petugas pajak akan memiliki akses untuk membuka data simpanan wajib pajak yang berada di lembaga keuangan.

Nurul Hidayat berharap wajib pajak yang belum memanfaatkan tax amnesty maka dapat segera memanfaatkannya, karena setelah program ini berakhir maka tidak ada lagi program tax amnesty.

Selain itu, tarif dalam program ini juga jauh lebih kecil dibandingkan dengan tarif pajak normal, yaitu tarif tebusan tax amnesty di periode ketiga sebesar 5 persen yang berlaku wajib pajak yang melaporkan harta di dalam negeri atau harta di luar negeri, dan sekaligus membawa pulang untuk diinvestasikan di Indonesia (repatriasi).

Selanjutnya apabila harta di luar negeri dan hanya dilaporkan tanpa repatriasi maka wajib pajak dikenakan tarif tebusan sebesar 10 persen. Sedangkan bagi wajib pajak Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) diberikan tarif khusus yaitu wajib pajak dengan peredaran usaha sampai dengan Rp 4,8 miliar maka dikenakan tarif sebesar 0,5 persen jika pengungkapan harta sampai dengan Rp 10 miliar, dan 2 persen jika pengungkapan harta lebih dari Rp 10 miliar.

Nurul Hidayat juga menyebutkan hingga Senin (6/3) jumlah peserta tax amnesty di wilayah kerjanya yang mencakup Banda Aceh, Aceh Besar, Sabang, dan Pidie sebanyak 1.564 wajib pajak. Yaitu terdiri atas 1.042 wajib pajak orang pribadi dan 552 wajib pajak badan dengan realisasi uang tebusan sebesar Rp 48.139.267.690.

Kepala KPP Pratama Banda Aceh, Nurul Hidayat mengatakan dalam rangka menyukseskan program tax amnesty periode ketiga, maka pihaknya membuka layanan permohonan tax amnesty tiap Sabtu mulai pukul 8.00- 14.00 WIB, dan Minggu pukul 8.00- 12.00 WIB. “Layanan ini sudah mulai berjalan sejak Sabtu, 4 Maret lalu,” ujarnya.

Selain itu, pihaknya juga aktif menyosialisasi wajib pajak UMKM, wajib pajak dari kalangan profesi, wajib pajak dari kalangan dunia industri maupun dari sektor lainnya agar memanfaatkan program tax amnesty yang akan segera berakhir. “Insya Allah pada Minggu, 19 Maret mendatang akan dilaksanakan sosialisasi penyampaian SPT PPh Tahunan, dan sosialisasi program tax amnesty di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh,” demikian Nurul Hidayat.

Sumber: tribun.com

http://www.pengampunanpajak.com

Deadline Tax Amnesty dan SPT Bareng, Pegawai Pajak Siap Lembur



Jakarta – Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dituntut mampu memberikan pelayanan prima pada Maret 2017. Alasannya karena bulan depan pegawai pajak akan disibukkan dengan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi 2016 dan berakhirnya program pengampunan pajak (tax amnesty).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, Ditjen Pajak akan memaksimalkan pelayanan di Maret ini karena batas akhir program tax amnesty periode III dan penyampaian SPT Orang Pribadi yang sama-sama berakhir 31 Maret 2017.

“Kami maksimalkan pelayanan karena jatuh tempo tax amnesty dan SPT di Maret nanti,” ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Rabu (22/2/2017).

Ditjen Pajak sudah mempersiapkan strategi untuk menghadapi lonjakan Wajib Pajak (WP) yang datang ke kantor-kantor pajak untuk menyerahkan SPT Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 maupun peserta yang akan ikut tax amnesty periode III.

“Di Kantor Pusat dan Kantor Wilayah (Kanwil) Pajak, termasuk KPP Madya, Kanwil Khusus, Kantor LTO akan membantu melayani pendaftarantax amnesty karena tidak menerima pelaporan SPT,” jelasnya.

Sementara Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama yang tersebar di seluruh Indonesia, diakui Hestu Yoga, tetap melayani tax amnesty, namun akan lebih banyak fokus pada pelayanan SPT. “Mulai Maret, hari Sabtu dan Minggu akan kerja lembur semuanya,” ucap dia.

Hestu Yoga optimistis, tax amnesty masih diminati banyak orang. Ditjen Pajak, sambungnya, sudah bekerja sama dengan perbankan untuk mengirimkan email kepada nasabah berupa imbauan ikut tax amnesty.

“Kami yakin masih banyak yang ikut tax amnesty periode III, karena yang punya dana di atas Rp 500 juta mencapai 1 juta rekening. Kami sudah kerja sama dengan perbankan, minta kirimkan imbauan Pak Dirjen Pajak, masa ya tidak ada tanggapan,” terangnya.

“Kalau tidak memanfaatkan tax amnesty, kemudian ada revisi Undang-undang (UU) Perbankan atau pakai aplikasi kami periksa, tinggal kenakan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak, simpel, langsung kena,” kata Hestu Yoga.

sumber : http://www.pemeriksaanpajak.com

Setelah Program Amnesti, Sistem Perpajakan Diminta Lebih Sederhana



JAKARTA, Pemerintah diminta mempermudah sistem perpajakan dan penyerdehanaan tata cara pembayaran pajak setelah program amnesti pajak berakhir pada akhir Maret 2017 ini. Desakan ini muncul agar masyarakat tak lagi merasa enggan untuk melaporkan harta dan penghasilannya serta mendorong wajib pajak untuk membayar pajaknya. Ujungnya, basis pajak bisa diperluas dan rasio pajak bisa meningkat dari angkanya saat ini yang masih 11 persen.

Wakil Industri Keuangan Non-Bank Dewan Pimpinan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyapratama menilai penyederhanaan merupakan kunci agar masyarakat mau terdorong untuk membayar pajak. Ia menilai, selama ini masyarakat terkesan takut atau tak akrab dengan pajak lantaran tata cara perpajakan dan birokrasinya yang berbelit. Ia bahkan meminta pemerintah mempertimbangkan untuk menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) agar semakin banyak lagi wajib pajak yang secara sadar melaporkan penghasilannya.

“Kuncinya ada di peraturan yang bussiness friendly dan kalau bisa PPh diturunkan. Kita nggak mau lantas penerimaan negara turun. Namun dengan PPh turun, kita harap persepsi masyarakat terhadap pajak akan meningkat dan bisa mendorong tax ratio,” ujar Siddhi di Jakarta, Rabu (8/3).

Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati juga menilai penyederhanaan menjadi jawaban atas rasio pajak yang masih rendah selama ini. Tak hanya untuk wajib pajak perorangan, kemudahan dalam pembayaran pajak terutama harus diberikan kepada pengusaha. Apalagi, lanjutnya, frekuensi kunjungan bagi pengusaha ke kantor pajak lebih tinggi dibanding wajib pajak perorangan pada umumnya.

“Kata kuncinya ya penyederhanaan. Selama ini wajib pajak ngantre lama, proses berbelit. Kalau kita setahun sekali mending. Pengusaha bisa sering ke kantor pajak,” katanya.

Hingga saat ini, keikutsertaan wajib pajak terhadap amnesti pajak masih minim. Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, baru sekitar 730 ribu wajib pajak yang mengikuti amnesti pajak hingga saat ini. Angka ini tentu terbilang kecil bila dibandingkan dengan jumlah wajib pajak yang tercatat memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebanyak 32 juta wajib pajak.

Dalam sisa waktu satu bulan ini, pemerintah dinilai masih bisa menggenjot lebih banyak lagi wajib pajak agar ikut amnesti. Apalagi, masih cukup banyak pengusaha yang masih belum ikut amnesti pajak. Pedagang-pedagang di Tanah Abang atau Glodok misalnya, masih banyak yang belum mengikuti amnesti pajak lantaran minimnya informasi yang sampai ke telinga mereka.

Sumber: http://www.pemeriksaanpajak.com

Tax Amnesty Bakal Berakhir, Ini PR Ditjen Pajak!



JAKARTA. Program pengampunan pajak atau tax amnesty memasuki bulan terakhir. Namun Wajib Pajak (WP) yang mengikuti program tax amnesty dirasa kurang maksimal.

Pengamat perpajakan Ronny Bako menilai, WP tidak tertarik dengan instrumen operasional uang tebusan pajak. Hal inilah yang kemudian mengurungkan niat WP untuk membayar pajak. Ronny menilai baiknya uang tebusan ini diputar untuk investasi.

“Uangnya kalau bisa diputar, jangan hanya investasi obligasi, harus ada instrumen lain lah yang lebih menarik,” ujarnya di Hotel Mercure Jakarta, Rabu (8/3/2017). Ronny juga menambahkan bahwa setelah masa tax amnesty berakhir, pihak Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) masih mempunyai beberapa kewajiban untuk menjaga kepatuhan WP. Ronny mengatakan, Dirjen Pajak hendaknya melakukan penyederhanaan aturan. Selain itu dia mengharapkan pemangkasan tarif pajak. “Kalau aturan bisa sesederhana mungkin dan tarifnya bisa seminimal mungkin, saya rasa orang akan membayar pajak dengan sukarela,” tukas dia.

Sumber : economy.okezone.com

http://www.pengampunanpajak.com

Amnesti Pajak Segera Berakhir, Ini Risikonya Bagi yang tak Ikut



JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memberi sinyal bahaya bagi wajib pajak yang tidak mengikuti pengampunan pajak hingga program tersebut berakhir pada 31 Maret mendatang.

“Pasal 18 (UU Pengampunan Pajak) akan diterapkan secara konsisten. Kami sedang persiapkan regulasi, sumber daya manusia, penghimpunan data juga jalan terus,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Hestu Yoga Saksama, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (8/3).

Dia mengatakan regulasi untuk menjalankan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak sedang dikonsepkan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP). Peraturan itu akan memberi kepastian apabila ada harta yang belum diamnestikan. DJP akan membuat prosedurnya seringkas mungkin, artinya account representative (AR), atau yang mengawasi wajib pajak, akan langsung menetapkan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB).

“Kami tidak perlu pemeriksaan menyeluruh all taxes, tetapi dari harta itu saja langsung ditetapkan nilainya berapa dan pajak yang harus dibayarkan berdasarkan pasal 18 itu berapa, sehingga lebih efisien,” kata Hestu.

Pasal 18 UU Pengampunan Pajak berisi ketentuan mengenai perlakuan atas harta yang belum atau kurang diungkap dalam SPT laporan pajak. Wajib pajak yang menolak membereskan catatan perpajakan masa lalu dengan mengikuti program pengampunan pajak akan menghadapi risiko pengenaan pajak dengan tarif hingga 30 persen serta sanksi atas harta yang tidak diungkapkan dan kemudian ditemukan. Hestu menyebutkan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak tersebut merupakan wujud keadilan bagi wajib pajak yang patuh dan telah mengikuti program amnesti pajak.

Sumber : http://www.republika.co.id

PNS dan Karyawan Swasta Dominasi Pembetulan SPT Tahunan



JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat, profesi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan karyawan swasta mendominasi pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan Maret 2017 ini. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama menjelaskan, rata-rata pembetulan yang dilakukan oleh wajib pajak lantaran mereka membeli barang-barang yang belum dimasukkan dalam SPT.

Hestu mengatakan, barang yang dibeli dari penghasilan yang sudah dikenai pajak tak perlu diikutkan dalam amnesti pajak, cukup dengan pembetulan SPT. “Misalnya, beli rumah dengan uang gaji ngapain ikut amnesti pajak? Ya silakan saja sepanjang memang harta itu diperoleh dari penghasilan yang dibayar pajaknya, seperti karyawan tadi, ya pembetulan SPT saja,” ujar Hestu di Jakarta, Rabu (8/3).

Hestu mengungkapkan, banyaknya pegawai swasta yang mengajukan pembetulan SPT lantaran selama ini mereka tidak menyadari bahwa meski gaji sudah dipotong pajak oleh kantor, namun nilai harta mereka tetap harus dilaporkan secara rutin dalam SPT tahunan.

Ia memberi contoh, misalnya Si Fulan yang sudah menabung gajinya dari lama. Tentu saja gaji yang ia terima sudah dipotong pajak oleh kantornya. Si Fulan kemudian membeli mobil seharga Rp 300 juta dari tabungannya pada 2013 lalu. Lantas apakah Si Fulan harus ikut amnesti pajak lantaran membeli mobil dengan uang tabungannya sendiri? Hestu menyebutkan, Si Fulan cukup melakukan pembetulan SPT sepanjang ia bisa mempertanggungjawabkan bahwa gaji yang ia terima memang sudah dipotong PPh secara taat oleh kantornya.

“Ya nggak perlu amnesti dong? Cukup pembetulan SPT, berapa tabungan saya sekarang, mobil, rumah, tapi saya juga harus bisa pertanggungjawabkan kalo itu dari duit yang PPh-nya sudah dibayar, dipotong oleh kantor,” ujar dia.

Sumber : http://www.republika.co.id

http://www.pengampunanpajak.com

5.373 Wajib Pajak Ikut Tax Amnesty Usai Dapat Email Peringatan



JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah menyebar surat elektronik (email) berisi imbauan kepada 204.125 Wajib Pajak (WP). Dari jumlah tersebut, sebanyak 5.373 WP langsung merespons dengan ikut program pengampunan pajak (tax amnesty).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Hestu Yoga Saksama mengatakan, pihaknya telah mengirimkan email imbauan tersebut kepada 204.125 WP yang belum melaporkan seluruh hartanya pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) pada tanggal 22 Desember 2016.

“Kemudian per 31 Desember atau hanya dalam waktu 8 hari, ada 5.373 WP yang terima surat itu ikut tax amnesty,” kata Hestu Yoga di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (9/1/2017).

Sebanyak 5.373 WP tersebut, diakuinya, melaporkan aset dengan nilai Rp 16 triliun pada program tax amnesty. Sementara uang tebusannya, Hestu Yoga belum dapat melaporkannya.

“Aset yang dilaporkan WP tersebut Rp 16 triliun. Untuk 5.373 WP silakan kalau mau dianggap besar atau kecil, yang penting efektivitasnya dan ini masih berjalan,” dia menerangkan.

Asal tahu saja, berdasarkan data DJP, WP yang sudah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) sebanyak 204.125 WP.

Data harta yang dilaporkan di SPT tersebut baru 212.270 item. Disandingkan dengan data pihak ketiga sebanyak 2.007.390 item. Inilah data yang miliki DJP.

Sumber : bisnis.liputan6.com

http://www.pengampunanpajak.com