Jumat, 10 Maret 2017

Program Tax Amnesty Tinggal Hitungan Hari



BANDA ACEH – Program tax amnesty atau pengampunan pajak tahap tiga atau terakhir berakhir 31 Maret 2017. Karena itu, wajib pajak (WP) diharapkan segera memanfaatkan program ini yang tinggal beberapa hari lagi. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Banda Aceh akan melakukan pemeriksaan pajak dan tindakan penegakan hukum lainnya terhadap WP yang tak memanfaatkan program ini.

Kepala KPP Pratama Banda Aceh, Nurul Hidayat menyampaikan hal ini kepada Serambi, Selasa (7/3). “Sehingga saat ini waktu yang tepat bagi wajib pajak untuk memanfaatkan program tax amnesty yang tarifnya jauh lebih rendah dibandingkan tarif pajak secara normal,” katanya.

Nurul Hidayat mengatakan sebenarnya 2016 merupakan tahun penegakan hukum bagi wajib pajak yang tidak patuh, namun dengan adanya program tax amnesty, maka program penegakan hukum akan dilaksanakan setelah berakhirnya tax amnesty periode ketiga (1 Januari-31 Maret 2017). Tindakan pemeriksaan pajak maupun penegakan hukum tersebut merupakan implementasi dari Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.

“Pemerintah memberikan kesempatan kepada wajib pajak yang selama ini tidak patuh untuk memanfaatkan program tax amnesty yang sudah berlaku sejak 1 Juli 2016,” sebutnya.

Nurul Hidayat menambahkan rencana pemeriksaan pajak tersebut tidak main-main, karena Direktorat Jenderal Pajak saat ini sudah bekerja sama dengan berbagai instansi untuk menghimpun data wajib pajak pelaku industri, wajib pajak profesi, wajib pajak UMKM dan wajib pajak dari sektor lainnya yang selama ini tidak patuh dan tidak memanfaatkan program tax amnesty.

Selain itu seiring dengan revisi Undang-Undang Perbankan khususnya yang terkait dengan kerahasiaan perbankan, pada tahun 2018 petugas pajak akan memiliki akses untuk membuka data simpanan wajib pajak yang berada di lembaga keuangan.

Nurul Hidayat berharap wajib pajak yang belum memanfaatkan tax amnesty maka dapat segera memanfaatkannya, karena setelah program ini berakhir maka tidak ada lagi program tax amnesty.

Selain itu, tarif dalam program ini juga jauh lebih kecil dibandingkan dengan tarif pajak normal, yaitu tarif tebusan tax amnesty di periode ketiga sebesar 5 persen yang berlaku wajib pajak yang melaporkan harta di dalam negeri atau harta di luar negeri, dan sekaligus membawa pulang untuk diinvestasikan di Indonesia (repatriasi).

Selanjutnya apabila harta di luar negeri dan hanya dilaporkan tanpa repatriasi maka wajib pajak dikenakan tarif tebusan sebesar 10 persen. Sedangkan bagi wajib pajak Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) diberikan tarif khusus yaitu wajib pajak dengan peredaran usaha sampai dengan Rp 4,8 miliar maka dikenakan tarif sebesar 0,5 persen jika pengungkapan harta sampai dengan Rp 10 miliar, dan 2 persen jika pengungkapan harta lebih dari Rp 10 miliar.

Nurul Hidayat juga menyebutkan hingga Senin (6/3) jumlah peserta tax amnesty di wilayah kerjanya yang mencakup Banda Aceh, Aceh Besar, Sabang, dan Pidie sebanyak 1.564 wajib pajak. Yaitu terdiri atas 1.042 wajib pajak orang pribadi dan 552 wajib pajak badan dengan realisasi uang tebusan sebesar Rp 48.139.267.690.

Kepala KPP Pratama Banda Aceh, Nurul Hidayat mengatakan dalam rangka menyukseskan program tax amnesty periode ketiga, maka pihaknya membuka layanan permohonan tax amnesty tiap Sabtu mulai pukul 8.00- 14.00 WIB, dan Minggu pukul 8.00- 12.00 WIB. “Layanan ini sudah mulai berjalan sejak Sabtu, 4 Maret lalu,” ujarnya.

Selain itu, pihaknya juga aktif menyosialisasi wajib pajak UMKM, wajib pajak dari kalangan profesi, wajib pajak dari kalangan dunia industri maupun dari sektor lainnya agar memanfaatkan program tax amnesty yang akan segera berakhir. “Insya Allah pada Minggu, 19 Maret mendatang akan dilaksanakan sosialisasi penyampaian SPT PPh Tahunan, dan sosialisasi program tax amnesty di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh,” demikian Nurul Hidayat.

Sumber: tribun.com

http://www.pengampunanpajak.com

Deadline Tax Amnesty dan SPT Bareng, Pegawai Pajak Siap Lembur



Jakarta – Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dituntut mampu memberikan pelayanan prima pada Maret 2017. Alasannya karena bulan depan pegawai pajak akan disibukkan dengan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi 2016 dan berakhirnya program pengampunan pajak (tax amnesty).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, Ditjen Pajak akan memaksimalkan pelayanan di Maret ini karena batas akhir program tax amnesty periode III dan penyampaian SPT Orang Pribadi yang sama-sama berakhir 31 Maret 2017.

“Kami maksimalkan pelayanan karena jatuh tempo tax amnesty dan SPT di Maret nanti,” ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Rabu (22/2/2017).

Ditjen Pajak sudah mempersiapkan strategi untuk menghadapi lonjakan Wajib Pajak (WP) yang datang ke kantor-kantor pajak untuk menyerahkan SPT Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 maupun peserta yang akan ikut tax amnesty periode III.

“Di Kantor Pusat dan Kantor Wilayah (Kanwil) Pajak, termasuk KPP Madya, Kanwil Khusus, Kantor LTO akan membantu melayani pendaftarantax amnesty karena tidak menerima pelaporan SPT,” jelasnya.

Sementara Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama yang tersebar di seluruh Indonesia, diakui Hestu Yoga, tetap melayani tax amnesty, namun akan lebih banyak fokus pada pelayanan SPT. “Mulai Maret, hari Sabtu dan Minggu akan kerja lembur semuanya,” ucap dia.

Hestu Yoga optimistis, tax amnesty masih diminati banyak orang. Ditjen Pajak, sambungnya, sudah bekerja sama dengan perbankan untuk mengirimkan email kepada nasabah berupa imbauan ikut tax amnesty.

“Kami yakin masih banyak yang ikut tax amnesty periode III, karena yang punya dana di atas Rp 500 juta mencapai 1 juta rekening. Kami sudah kerja sama dengan perbankan, minta kirimkan imbauan Pak Dirjen Pajak, masa ya tidak ada tanggapan,” terangnya.

“Kalau tidak memanfaatkan tax amnesty, kemudian ada revisi Undang-undang (UU) Perbankan atau pakai aplikasi kami periksa, tinggal kenakan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak, simpel, langsung kena,” kata Hestu Yoga.

sumber : http://www.pemeriksaanpajak.com

Setelah Program Amnesti, Sistem Perpajakan Diminta Lebih Sederhana



JAKARTA, Pemerintah diminta mempermudah sistem perpajakan dan penyerdehanaan tata cara pembayaran pajak setelah program amnesti pajak berakhir pada akhir Maret 2017 ini. Desakan ini muncul agar masyarakat tak lagi merasa enggan untuk melaporkan harta dan penghasilannya serta mendorong wajib pajak untuk membayar pajaknya. Ujungnya, basis pajak bisa diperluas dan rasio pajak bisa meningkat dari angkanya saat ini yang masih 11 persen.

Wakil Industri Keuangan Non-Bank Dewan Pimpinan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyapratama menilai penyederhanaan merupakan kunci agar masyarakat mau terdorong untuk membayar pajak. Ia menilai, selama ini masyarakat terkesan takut atau tak akrab dengan pajak lantaran tata cara perpajakan dan birokrasinya yang berbelit. Ia bahkan meminta pemerintah mempertimbangkan untuk menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) agar semakin banyak lagi wajib pajak yang secara sadar melaporkan penghasilannya.

“Kuncinya ada di peraturan yang bussiness friendly dan kalau bisa PPh diturunkan. Kita nggak mau lantas penerimaan negara turun. Namun dengan PPh turun, kita harap persepsi masyarakat terhadap pajak akan meningkat dan bisa mendorong tax ratio,” ujar Siddhi di Jakarta, Rabu (8/3).

Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati juga menilai penyederhanaan menjadi jawaban atas rasio pajak yang masih rendah selama ini. Tak hanya untuk wajib pajak perorangan, kemudahan dalam pembayaran pajak terutama harus diberikan kepada pengusaha. Apalagi, lanjutnya, frekuensi kunjungan bagi pengusaha ke kantor pajak lebih tinggi dibanding wajib pajak perorangan pada umumnya.

“Kata kuncinya ya penyederhanaan. Selama ini wajib pajak ngantre lama, proses berbelit. Kalau kita setahun sekali mending. Pengusaha bisa sering ke kantor pajak,” katanya.

Hingga saat ini, keikutsertaan wajib pajak terhadap amnesti pajak masih minim. Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, baru sekitar 730 ribu wajib pajak yang mengikuti amnesti pajak hingga saat ini. Angka ini tentu terbilang kecil bila dibandingkan dengan jumlah wajib pajak yang tercatat memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebanyak 32 juta wajib pajak.

Dalam sisa waktu satu bulan ini, pemerintah dinilai masih bisa menggenjot lebih banyak lagi wajib pajak agar ikut amnesti. Apalagi, masih cukup banyak pengusaha yang masih belum ikut amnesti pajak. Pedagang-pedagang di Tanah Abang atau Glodok misalnya, masih banyak yang belum mengikuti amnesti pajak lantaran minimnya informasi yang sampai ke telinga mereka.

Sumber: http://www.pemeriksaanpajak.com

Tax Amnesty Bakal Berakhir, Ini PR Ditjen Pajak!



JAKARTA. Program pengampunan pajak atau tax amnesty memasuki bulan terakhir. Namun Wajib Pajak (WP) yang mengikuti program tax amnesty dirasa kurang maksimal.

Pengamat perpajakan Ronny Bako menilai, WP tidak tertarik dengan instrumen operasional uang tebusan pajak. Hal inilah yang kemudian mengurungkan niat WP untuk membayar pajak. Ronny menilai baiknya uang tebusan ini diputar untuk investasi.

“Uangnya kalau bisa diputar, jangan hanya investasi obligasi, harus ada instrumen lain lah yang lebih menarik,” ujarnya di Hotel Mercure Jakarta, Rabu (8/3/2017). Ronny juga menambahkan bahwa setelah masa tax amnesty berakhir, pihak Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) masih mempunyai beberapa kewajiban untuk menjaga kepatuhan WP. Ronny mengatakan, Dirjen Pajak hendaknya melakukan penyederhanaan aturan. Selain itu dia mengharapkan pemangkasan tarif pajak. “Kalau aturan bisa sesederhana mungkin dan tarifnya bisa seminimal mungkin, saya rasa orang akan membayar pajak dengan sukarela,” tukas dia.

Sumber : economy.okezone.com

http://www.pengampunanpajak.com

Amnesti Pajak Segera Berakhir, Ini Risikonya Bagi yang tak Ikut



JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memberi sinyal bahaya bagi wajib pajak yang tidak mengikuti pengampunan pajak hingga program tersebut berakhir pada 31 Maret mendatang.

“Pasal 18 (UU Pengampunan Pajak) akan diterapkan secara konsisten. Kami sedang persiapkan regulasi, sumber daya manusia, penghimpunan data juga jalan terus,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Hestu Yoga Saksama, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (8/3).

Dia mengatakan regulasi untuk menjalankan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak sedang dikonsepkan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP). Peraturan itu akan memberi kepastian apabila ada harta yang belum diamnestikan. DJP akan membuat prosedurnya seringkas mungkin, artinya account representative (AR), atau yang mengawasi wajib pajak, akan langsung menetapkan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB).

“Kami tidak perlu pemeriksaan menyeluruh all taxes, tetapi dari harta itu saja langsung ditetapkan nilainya berapa dan pajak yang harus dibayarkan berdasarkan pasal 18 itu berapa, sehingga lebih efisien,” kata Hestu.

Pasal 18 UU Pengampunan Pajak berisi ketentuan mengenai perlakuan atas harta yang belum atau kurang diungkap dalam SPT laporan pajak. Wajib pajak yang menolak membereskan catatan perpajakan masa lalu dengan mengikuti program pengampunan pajak akan menghadapi risiko pengenaan pajak dengan tarif hingga 30 persen serta sanksi atas harta yang tidak diungkapkan dan kemudian ditemukan. Hestu menyebutkan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak tersebut merupakan wujud keadilan bagi wajib pajak yang patuh dan telah mengikuti program amnesti pajak.

Sumber : http://www.republika.co.id

PNS dan Karyawan Swasta Dominasi Pembetulan SPT Tahunan



JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat, profesi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan karyawan swasta mendominasi pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan Maret 2017 ini. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama menjelaskan, rata-rata pembetulan yang dilakukan oleh wajib pajak lantaran mereka membeli barang-barang yang belum dimasukkan dalam SPT.

Hestu mengatakan, barang yang dibeli dari penghasilan yang sudah dikenai pajak tak perlu diikutkan dalam amnesti pajak, cukup dengan pembetulan SPT. “Misalnya, beli rumah dengan uang gaji ngapain ikut amnesti pajak? Ya silakan saja sepanjang memang harta itu diperoleh dari penghasilan yang dibayar pajaknya, seperti karyawan tadi, ya pembetulan SPT saja,” ujar Hestu di Jakarta, Rabu (8/3).

Hestu mengungkapkan, banyaknya pegawai swasta yang mengajukan pembetulan SPT lantaran selama ini mereka tidak menyadari bahwa meski gaji sudah dipotong pajak oleh kantor, namun nilai harta mereka tetap harus dilaporkan secara rutin dalam SPT tahunan.

Ia memberi contoh, misalnya Si Fulan yang sudah menabung gajinya dari lama. Tentu saja gaji yang ia terima sudah dipotong pajak oleh kantornya. Si Fulan kemudian membeli mobil seharga Rp 300 juta dari tabungannya pada 2013 lalu. Lantas apakah Si Fulan harus ikut amnesti pajak lantaran membeli mobil dengan uang tabungannya sendiri? Hestu menyebutkan, Si Fulan cukup melakukan pembetulan SPT sepanjang ia bisa mempertanggungjawabkan bahwa gaji yang ia terima memang sudah dipotong PPh secara taat oleh kantornya.

“Ya nggak perlu amnesti dong? Cukup pembetulan SPT, berapa tabungan saya sekarang, mobil, rumah, tapi saya juga harus bisa pertanggungjawabkan kalo itu dari duit yang PPh-nya sudah dibayar, dipotong oleh kantor,” ujar dia.

Sumber : http://www.republika.co.id

http://www.pengampunanpajak.com

5.373 Wajib Pajak Ikut Tax Amnesty Usai Dapat Email Peringatan



JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah menyebar surat elektronik (email) berisi imbauan kepada 204.125 Wajib Pajak (WP). Dari jumlah tersebut, sebanyak 5.373 WP langsung merespons dengan ikut program pengampunan pajak (tax amnesty).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Hestu Yoga Saksama mengatakan, pihaknya telah mengirimkan email imbauan tersebut kepada 204.125 WP yang belum melaporkan seluruh hartanya pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) pada tanggal 22 Desember 2016.

“Kemudian per 31 Desember atau hanya dalam waktu 8 hari, ada 5.373 WP yang terima surat itu ikut tax amnesty,” kata Hestu Yoga di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (9/1/2017).

Sebanyak 5.373 WP tersebut, diakuinya, melaporkan aset dengan nilai Rp 16 triliun pada program tax amnesty. Sementara uang tebusannya, Hestu Yoga belum dapat melaporkannya.

“Aset yang dilaporkan WP tersebut Rp 16 triliun. Untuk 5.373 WP silakan kalau mau dianggap besar atau kecil, yang penting efektivitasnya dan ini masih berjalan,” dia menerangkan.

Asal tahu saja, berdasarkan data DJP, WP yang sudah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) sebanyak 204.125 WP.

Data harta yang dilaporkan di SPT tersebut baru 212.270 item. Disandingkan dengan data pihak ketiga sebanyak 2.007.390 item. Inilah data yang miliki DJP.

Sumber : bisnis.liputan6.com

http://www.pengampunanpajak.com

Wajib Pajak Karyawan Cukup Betulkan SPT

JAKARTA. Program amnesti pajak telah meningkatkan kepatuhan para pekerja karyawan swasta dan pegawai negeri sipil (PNS) dalam administrasi perpajakan. Catatan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, wajib pajak (WP) orang pribadi (OP) karyawan baik PNS atau swasta yang membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) makin banyak sejak amnesti pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama bilang, sebenarnya WP yang penghasilannya hanya dari gaji sudah dipotong PPh Pasal 21, sehingga pada dasarnya WP karyawan sudah patuh membayar pajak.

Tercatat, saat ini, jumlah WP OP karyawan sekitar 16,8 juta. Dari jumlah itu, yang sudah lapor SPT Tahunan 2015 sekitar 11 juta. “Banyak WP OP karyawan yang akhirnya hanya pembetulan SPT saja sejak adanya amnesti pajak. Itu bagus karena mereka menjadi lebih paham dan aware tentang administrasi perpajakan,” katanya kepada KONTAN, Kamis (9/3).

Meski patuh, permasalahannya ketika melaporkan SPT Tahunan, banyak WP yang tidak tertib mengisi daftar harta. Mereka hanya mengisi penghasilan dan pajak yang dipotong atau terhutang.

“Jadi mereka beli barang, bahkan rumah, kendaraan, dan lainnya dari gaji yang sebenarnya sudah dipotong pajaknya, tetapi tidak memasukkan harta itu secara tertib ke SPT Tahunan,” ucapnya.

Untuk itulah, Yoga menyarankan, WP karyawan yang penghasilannya hanya berasal dari kantor dan tidak punya usaha atau penghasilan lain, cukup melakukan pembetulan SPT. Mereka bisa memasukkan harta-harta yang dimiliki sesuai tahun perolehan. Dari situ akan terlihat harta-harta tersebut memang berasal dari penghasilan yang sudah dipotong PPh-nya.

Jika WP karyawan tersebut melakukan pembetulan SPT dengan hanya memasukkan harta saja, mereka tidak perlu membayar uang tebusan. “Mereka tidak perlu ikut amnesti pajak,” ujarnya.

Namun apabila WP karyawan itu selain memiliki penghasilan dari kantor, juga punya penghasilan dari usaha lain dan selama ini tidak dilaporkan di SPT dan tidak dibayar pajaknya, sebaiknya ikut amnesti pajak “Karena kalau pembetulan SPT, mereka harus melaporkan pendapatan lain-lain itu sesuai tahun perolehan, membayar pajaknya dan kena sanksi keterlambatan bayar,” kata dia.

Dengan adanya WP patuh seperti kelompok karyawan ini, menurut Yoga, Ditjen Pajak akan konsisten melaksanakan Pasal 18 UU amnesti pajak. Menurutnya ini untuk memberikan rasa keadilan kepada WP OP karyawan yang selama ini sudah patuh pajak. “Keadilan ini juga bagi WP yang sudah ikut amnesti pajak, yang jumlahnya lebih dari 700.000 WP. Jadi beban pajak harus ditanggung bersama,” ujarnya.

Sumber: Harian Kontan

http://www.pengampunanpajak.com

Lebih Baik Ikut Amnesti



Penelitian Pajak DDTC Bawono Kristiaji mengatakan, ada hal penting yang perlu menjadi pertimbangan masyarakat sebelum memutuskan membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak atau ikut amnesti pajak. Salah satunya adalah rencana keterbukaan informasi perbankan untuk tujuan perpajakn yang berlaku 2018. “Pemerintah tengah menyusun Perpu agar informasi perbankan dapat diakses otoritas pajak. Ini sebagai bagian komitmen kerjasama global pertukaran informasi otomatis atau automatic exchange of information (AEoI),” kata, kamis (9/3).

Menurut Bawono, di kemudian hari, tidak ada lagi tempat yang aman untuk menyembunyikan uang. Sebab, itu masyarakat harus memanfaatkan program pengampunan pajak yang berakhir 31 Maret 2017, sebelum datang era transparansi yang ditandai keterbukaan informasi perbankan dan AEoI. “Pengampunan pajak pada dasarnya uluran tangan pemerintah bagi WP yang selama ini belum patuh terhadap kewajiban pajaknya,” katanya.

Sumber : http://www.pemeriksaanpajak.com

Layanan Amnesti Pajak Buka Hari Minggu

JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan akan membuka layanan amnesti pajak, mulai Senin hingga Minggu, sebelum program ini berakhir 31 Maret 2017.

“DJP menyiapkan layanan setiap hari kerja, termasuk sabtu dan minggu,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama di Jakarta, Kamis (2/3/3017).
Hestu mengatakan, layanan setiap hari kerja Senin hingga Kamis dibuka sampai pukul 16.00 WIB, pada Sabtu sampai pukul 14.00 WIB dan Minggu hingga pukul 12.00 WIB.

Dia namun pada 27, 29 dan 30 Maret layanan diberikan minimal hingga pukul 19.00 waktu setempat.
“Sedangkan pada 31 maret, layanan diberikan hingga pukul 24.00 waktu setempat,” kata Hestu.

Dikatakan, seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) akan memberikan layanan penerimaan laporan SPT Tahunan dan Surat Pernyataan, termasuk laporan realisasi, pengalihan investasi dan penempatan harta tambahan.

“Untuk tempat tertentu, Kantor Wilayah dan Kantor Pusat, khusus memberikan layanan penerimaan Surat Pernyataan Harta,” kata Hestu.

Dia memastikan, peningkatan layanan selama tujuh hari dalam seminggu tidak hanya mengantisipasi minat Wajib Pajak dalam mengikuti amnesti pajak, namun juga mengantisipasi membludaknya masyarakat yang ingin menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh Orang Pribadi yang berakhir 31 Maret 2017.

Sumber: bisnis.com
http://www.pengampunanpajak.com

Tax Amnesty, Pengampunan untuk Siapa?

Pembicaraan mengenai tax amnesty yang timbul tenggelam dan belakangan kembali mencuat menimbulkan banyak pertanyaan. Akankah kebijakan tax amnesty mulus menjadi undang-undang (UU)? Umumnya pertanyaan yang muncul ialah apakah pemerintah akan berhasil menerapkan kebijakan itu yang banyak diragukan oleh pemilik uang ini dan sering kali disebut sebagai “jebakan Batman”?

Kebijakan tax amnesty ini memang pernah dilakukan oleh pemerintah Orde Baru pada 1984. Saat itu pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut hanya dengan keputusan presiden (keppres). Kebijakan tax amnesty model lama itu dikeluarkan karena pemerintah ingin melakukan restrukturisasi perpajakan dikarenakan penghasilan ekspor nonmigas sudah melemah sehingga mengandalkan pendapatan negara dari pajak. Kebijakan tax amnesty pada 1984 tidak memberikan dampak signifikan karena tidak ada keterbukaan informasi secara otomatis. Itu artinya urgensi tax amnesty kali ini bisa jadi jauh lebih signifikan dibandingkan dengan tax amnesty atau kebijakan sunset policy pada 2008 saat Indonesia terkena krisis.
Menteri Keuangan dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi media di rumah dinasnya, beberapa waktu lalu, menegaskan kembali bahwa tax amnesty ini paling tidak keringanan tarif dan penghapusan sanksi dari pelanggaran pajak. Itu terkait juga dengan soal repatriasi dan pencatatan. Seperti halnya orang yang mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT) tapi masih belum benar.
Nah, untuk menarik dana-dana, pemerintah menawarkan diskon lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang hanya mencatatkan hartanya. Disebut-sebut, dalam draf RUU pengampunan pajak, tarif penalti repatriasi ditetapkan 1,2% dan 3%. Sementara itu, bagi mereka yang mencatatkan hartanya terkena tarif 2,4% dan 6%.
Hitung-hitungan penerimaan dari UU pengampunan pajak ini masih simpang siur. Banyak prediksi yang terlalu tinggi. Ada yang menyebut dana di luar negeri dari orang Indonesia mencapai Rp10.000 triliun dan bahkan ada yang mengatakan Rp11.000 triliun. Tidak ada catatan resmi mengenai jumlah dana-dana yang ada di luar. Nama-nama yang tertera dalam dokumen Panama Papers juga tidak menyebut angka.
Namun, banyak yang hanya memprediksikan sekitar Rp5.000 triliun sampai dengan Rp6.000 triliun karena dana-dana asing yang masuk ke Indonesia sejatinya sebagian besar ya milik orang Indonesia. Dana-dana yang masuk ke pasar modal lewat lembaga-lembaga investasi asing dipercaya sebagian besar milik orang Indonesia.
Jujur juga harus diakui. Kebijakan tax amnesty ini juga dapat menghasilkan tambahan penerimaan pajak buat kas APBN 2016. Hitungan optimistis bisa ada tambahan Rp100 triliun sampai dengan Rp200 triliun jika data Rp10.000 triliun itu benar. Akan tetapi, banyak yang percaya angka tambahan penerimaan pajak dari kebijakantax amnestyini tidak lebih dari Rp65 triliun.
Banyak negara yang gagal menerapkan kebijakan Tax amnesty ini, seperti Rusia dan Prancis. Yang relatif berhasil ialah India, Italia, Irlandia, dan Afrika Selatan. Rusia melakukan keterbukaan informasi dan Prancis melakukan repatriasi. Italia melakukan hal yang sama dengan Prancis, tapi Italia lebih berhasil.
Sementara itu, India menawarkan obligasi khusus bebas pajak. Jadi, apakah Indonesia akan berhasil? Jawabannya tergantung pada kredibilitas pemerintah dan kepercayaan pemilik dana kepada pemerintah apakah akan seperti pikiran pemilik uang yang sebagian besar apakah tidak masuk “jebakan Batman”. Pemerintah harus menjawab pertanyaan itu.
Kendati demikian, kebijakan pengampunan pajak ini punya sisi lain yang tak kecil dampaknya bagi perbankan dan nasabah bank.Tax amnesty ini bukan hanya terkait dengan kepentingan pemerintah, melainkan juga berdampak pada pembayar pajak. Apalagi, nanti, pada 2018, sudah ada keterbukaan informasi. Intinya, nanti tidak ada tempat bagi orang Indonesia untuk menyembunyikan hartanya, mau tidak mau harus melaporkan. Saat ini memang belum ada karena masih ada rahasia bank yang dilindungi UU perbankan.
Menurut catatan Info bank Institute, bagi Indonesia sebagai salah satu negara yang menyetujui perjanjian Sistem Pertukaran Informasi Otomatis atau Automatic Exchange of Information(AEOI) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Turki, ada aturan main yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah kesanggupan untuk melakukan pertukaran data perbankan guna kepentingan perpajakan antarnegara pada 2018.
Dampak bagi perbankan, tax amnesty ini akan mengubah perilaku nasabah bank yang selama ini masih tidak patuh atau menyembunyikan data keuangannya, baik untuk kepentingan perpajakan maupun kepentingan lainnya, seperti pencucian uang. Keterbukaan informasi nasabah untuk kepentingan perpajakan akan berdampak besar bagi bank-bank, yang selama ini nasabah dana dilindungi dengan dalih rahasia bank.
Tidak semudah membalikkan telapak tangan dalam menarik dana-dana repatriasi dari kebijakan tax amnesty ini. Itu masih menyangkut tentang trust antara pemilik dana dan pemerintah. Pertanyaannya, apakah ini bukan hanya “jebakan Batman”, artinya dipermudah di awal, tapi akhirnya akan dikunci sehingga tidak bisa ke mana-mana dan bahkan akan menjadi sumber pemerasan baru bagi penegak hukum. Masalah terus terhadap pemerintah dan lembaga hukum hari-hari ini tak begitu sepenuhnya bagus akibat politik yang terus menyandera.
UU pengampunan pajak ini akan berhasil, selain terus ketersediaan produk investasi, jika diikuti dengan perubahan UU Perbankan Tahun 1992. Jika demikian halnya, bank di Indonesia akan lebih berat menjaring dana pihak ketiga—apakah ini yang namanya “jebakan Batman”—karena nanti sudah tak ada lagi yang namanya rahasia bank.
Namun, tax amnesty lebih baik diterapkan. Sebab, kebijakan itu akan lebih mendatangkan kesempatan dalam melakukan repatriasi dan penerimaan pajak buat kas negara.
Sumber : neraca.co