Pendahuluan
Kemiskinan
adalah suatu keadaan yang menunjukan ketidakmampuan dalam memenuhi hak-hak
dasarnya untuk hidup layak. Namun terdapat perbedaan indikator nominal antara
standar kemiskinan yang diterapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank
Dunia berkisar antara Rp. 100.100,00 – Rp. 430.100,00 per bulan jika kurs US$
diasumsikan Rp. 11.000,00 dan dalam satu bulan diasumsikan 30 hari.
Badan
Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin per Maret 2013 mencapai
28,07 juta atau 11,37 persen dari total penduduk Indonesia. Angka tersebut
mengalami penurunan 0,52 juta dibandingkan dengan penduduk miskin per September
2012 sebesar 28,59 juta atau 11,66 persen.
Berbagai program telah
dilaksanakan dalam rangka pengentasan kemiskinan, namun masih terjadi banyak
hambatan untuk menuju Indonesia bebas kemiskinan, misalnya dalam pengelolaan zakat.
Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia memiliki potensi
zakat yang cukup besar, sehingga mendorong tumbuh dan berkembangnya organisasi pengelolaan
zakat, baik yang dikelola oleh masyarakat maupun pemerintah.
Pertumbuhan dan perkembangan orgnisasi
pengelola zakat serta potensi zakat di Indonesia ternyata tidak berbanding
lurus dengan penurunan angka kemiskinan di Indonesia. Semakin banyak Lembaga
Amil Zakat (LAZ) atau Badan Amil Zakat (BAZ) di Indonesia ternyata angka
kemiskinan juga tidak turun secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan
zakat di Indonesia sampai saat ini belum ideal.
Jika dikelola dengan baik dan
melalui kerjasama sinergi antara lembaga pengelola zakat dan pemerintah maka
kemiskinan di Indonesia mampu ditekan. tentunya kesadaran masyarakat untuk
berzakat juga perlu didorong
Zakat : Potensi dan Permasalahannya
“Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang
yang ruruk” (QS Al-Baqarah:43).
Ayat tersebut menerangkan bahwa
zakat merupakan kewajiban setiap muslim yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Jika setiap muslim sudah membayar zakat dengan baik dan benar, bisa dipastikan bahwa
kelaparan tidak akan terjadi meskipun di negara-negara paling miskin. Namun
kenyataannya, kelaparan masih dijumpai tidak hanya di negara paling miskin
melainkan juga di negara-negara yang sedang berkembang bahkan di negara maju.
Indonesia sebagai negara yang
berpenduduk muslim terbanyak di dunia memiliki potensi zakat cukup besar.
Potensi zakat di Indonesia menurut PIRAC mencapai 7,3 triliun rupiah per tahun
sedangkan realisasinya hanya 3,3 triliun rupiah per tahun, sedangkan
berdasarkan perhitungan FOZ (Forum Zakat) potensi zakat Indonesia mencapai 17,5
triliun rupiah per tahun dan yang disalurkan melalui lembaga pengelola zakat
hanya 350 milyar rupiah per tahun. Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tahun 2005 menyebutkan bahwa potensi zakat, infaq dan
shodaqoh Indonesia mencapai 19,3 triliun rupiah per tahun. Angka-angka tersebut
akan semakin bertambah dari tahun ke tahun seiring meningkatnya kesadaran umat
Islam di Indonesia untuk membayar zakat, infaq dan shodaqoh, karena saat ini
telah menjadi life style bagi umat
Islam di Indonesia sejak maraknya
kajian-kajian tentang keajaiban dan keutamaan berzakat dan berinfaq.
Terlepas dari data diatas, pada
kenyataannya hanya sebagian kecil umat muslim yang membayar zakat. Hal ini
membuktikan bahwa kesadaran muzaki (wajib zakat) untuk mengeluarkan zakat masih
minim. Untuk itu perlu ditumbuhkan kesadaran berzakat. Hal itu tidaklah mudah,
diperlukan adanya kerjasama antara pemerintah dan Lembaga Pengelola Zakat. Agar
masyarakat percaya, dibutuhkan sistem, manajemen pengelolaan yang baik,
transparan (terbuka), penyaluran dan pendistribusian zakat yang jelas dan
adanya tanggungjawab terhadap masyarakat.
Pengelolaan zakat di Indonesia
sudah memiliki perlindungan hukum yaitu UU No. 38 Tahun 1999 kemudian disusul
dengan UU No. 23 tahun 2011 meskipun menimbulkan kontroversi di kalangan
praktisi, akademisi, masyarakat, Lembaga Amil Zakat dan pihak yang terkait
lainnya, setidaknya ada harapan baru untuk mengelola zakat dengan profesional,
meskipun pada kenyataannya terdapat kelemahan dalam manajemen zakat. Sebagai
contoh terdapat dua organisasi pengelolaan zakat berbeda tapi muzaki yang sama
dan terkadang satu mustahiq zakat mendapatkan distribusi dana zakat dari
beberapa organisasi pengelolaan zakat. Artinya lemahnya sistem informasi dan
tidak adanya komunikasi anatra organisasi pengelolaan zakat.
Contoh lain adalah semua
organisasi pengelola zakat di Indonesia cendreung mengejar muzaki dari kalangan
profesional dan karyawan. Akibatnya beberapa potensi zakat dan muzaki lain
seperti zakat perusahaan dan perdagangan menjadi terabaikan.
Zakat dan Kemiskinan
“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu kearah timur dan ke barat,
tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari
akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, anak yatim, orang-orang miskin,
orang-orang yang dalam perjalanan (musafir),
peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan
sholat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji,
dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderritaan dan pada masa peperangan.
Mereka itulah oranag-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang
bertaqwa” (QS Al- Baqarah:177).
Ketika Rasulullah SAW
menganjurkan untuk berinfaq, ada seseorang sahabat yang berkata: “saya punya satu dinar” Beliau bersabda:
“Bersedekahlah untuk dirimu sendiri (gunakan untuk keperluanmu)”. Sahabat itu
berkata: “Saya masih punya yang lainnya”. Rasul pun menjawab: “Gunakanlah untuk
anak-anakmu”. Ia berkata: “Saya masih memiliki yang lainnya”. Beliau menjawab:
“Pergunakanlah untuk isterimu”. “Saya masih punya yang lain” ujar sahabat
tersebut. Beliau berkata: “Pergunakanlah untuk pembantumu”. Lelaki itu berkata
lagi: “Saya masih punya yang lain”. Rasul pun mengakhiri jawaban dengan
pertanyaan: “Engkau lebih tahu siapa yang harus ditolong” (HR Abu Daud dan
Ibnu Hibban).
Ayat dan hadist tersebut
menerangkan, betapa islam mengatur tentang zakat, infaq dan shodaqoh. Seandainya
umat islam memahami makna yang terkandung didalamnya, maka kemiskinan di dunia
ini bisa diatasi. Nikmat dunialah yang membuat manusia dzolim dan tidak mau berbagi.
“Dan Dia telah memberikan kepadamu
(keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan Kepada-Nya. Dan jika kamu
menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya
manusia itu sangat dzolim dan sangat mengingkari nikmat Allah”. (QS
Ibraahiim:34)
Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah
Ketidakefektifan
pengelolaan zakat di Indonesia dikarenakan kuatnya egoisme setiap lembaga
pengelola zakat. lembaga pengelola zakat
rentan menimbulkan persaingan tidak sehat dalam mencari dan mendapatkan muzaki.
Padahal dengan adanaya lembaga pengelola zakat diharapkan menjadi solusi atas
kemiskinan di Indonesia. Untuk itu, diperlukan institusi yang bisa dijadikan
kiblat bagi seluruh organisasi pengelolaan zakat di Indonesia untuk
berkoordinasi dan bersinergi.
Pemerintah dapat mengambil
peran menjadi institusi yang bersifat netral tanpa harus mengeliminasi atau mematikan
peran dari Lembaga Amil Zakat yang ada. Sehingga tanggung jawab pemerintah
hanya mengkoordinasi, mengkomunikasikan, dan melakukan mapping potensi zakat agar sinergi dengan program-program
pembangunan pemerintah untuk pengurangan kemiskinan, dan menjalani fungsi
pengawasan.
Sebagai intitusi, pemerintah
perlu membentuk kemitraan zakat baik yang dikelola oleh masyarakat maupun
dikelola oleh pemerintah yang berfungsi sebagai rumah bersama bagi seluruh
organisasi pengelolaan zakat di Indonesia. Dengan begitu pengelolaan zakat di
Indonesia bisa menjadi solusi atas kemiskinan di Indonesia.
Daftar Pustaka
Kompas.com. Data
Kemiskinan di Indonesia. Jakarta, Juli 2013.
Alia Noor Anoviar.
“Optimalisasi Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam Pemberdayaan
Usaha Mikro Guna Mengurangi Angka Kemiskinan di Indonesia” Fakultas Ekonomi Universitas
Islam.2011
Noven Suprayogi. Keuangan
Publik Islam. Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar