Rabu, 16 November 2016

Peluang dan Tantangan Akuntan Indonesia dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  . Latar Belakang
Genderang perang Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah ditabuh. Masyarakat Ekonomi ASEAN tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, salah satunya akuntan. Artinya, akan terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan dan posisi strategis akuntan di ASEAN yang tertutup atau minim tenaga asingnya
Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Tarko Sunaryo, mengakui ada kekhawatiran karena banyak akuntan yang belum menyadari adanya kompetisi yang semakin ketat. Selain kemampuan Bahasa Inggris yang kurang, kesiapan mereka juga sangat tergantung pada mental. Banyak yang belum siap kalau mereka bersaing dengan akuntan luar negeri. (robbyjulianto.blogspot.com. Diakses pasa 14 November 2014)
Selain itu, kualitas lulusan akuntansi di Indonesia masih kurang dalam  hal profesionalitas, dan tidak hanya itu  lulusan akuntansi di Indonesia masih kurang up to date dengan kondisi terbaru, juga penerapan teknologi informasi dalam bidang akuntansinya. Hal ini di karenakan kurangnya kesadaran para lulusan akuntansi akan pentingnya penerapan sikap yang selalu ingin maju dan mengikuti perkembangan zaman, sehingga tidak hanya diam  pada zona amannya saja melainkan siap mengahadapi tantangan-tantangan baru. Perubahan mindset adalah modal utama profesi Akuntan untuk selalu bisa inline dengan zaman.
Dalam KOMPAS.com yang diakses 25 September 2014, Menteri Keuangan Catib Basri mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.25/PMK.01/2014 tentang Akuntan Beregister Negara. Peraturan ini dikeluarkan dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Kepala Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Langgeng Subur, mengatakan, penerbitan PMK Akuntan Beregister Negara dimaksudkan untuk mewujudkan akuntan yang profesional dan memiliki daya saing di tingkat global dengan empat karakteristik, yaitu : memiliki kompetensi, mampu menjaga kompetensi melalui pendidikan profesional berkelanjutan, menjadi anggota Asosiasi Profesi Akuntan, dan mematuhi standar dan kode etik profesi.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai anggota International Federation of Accountants (IFAC) telah meluncurkan Chartered Accountant (CA). CA diluncurkan untuk mentaati Statement Membership Obligations & Guidelines IFAC dan untuk memberi nilai tambah bagi akuntan beregister negara. Sementara itu, Certified Public Accountant (CPA) diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) merupakan upaya mensejajarkan akuntan Indonesia dengan akuntan asing, terutama dari wilayah ASEAN.
Untuk dapat bersaing dalam MEA 2015, para akuntan Indonesia juga memerlukan sertifikasi tambahan yang diakui secara universal dalam ASEAN. Sesuai dengan ketentuan MRA dalam jasa akuntansi, Sekretariat ASEAN mengeluarkan ASEAN Chartered Professional Accountant (ASEAN CPA) sebagai sertifikasi yang diakui oleh negara-negara anggota ASEAN. ASEAN CPA sendiri merupakan perwujudan dari semakin terintegrasinya sistem sertifikasi bagi para akuntan di negara-negara ASEAN sebagai salah satu upaya untuk memuluskan arus lalu-lintas jasa akuntansi di ASEAN. Dengan mendapat sertifikasi ASEAN CPA, maka para akuntan Indonesia dapat memperoleh banyak peluang karena ASEAN CPA dapat bertindak sebagai free pass dalam memperluas pasar ke negara-negara ASEAN. Hal ini tentu saja dengan catatan bahwa mereka wajib tetap tunduk dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku pada negara tempat akuntan bekerja. Dalam kaitannya dengan PMK Akuntan, PMK Akuntan telah mengadopsi persyaratan yang serupa dengan persyaratan untuk memperoleh ASEAN CPA yang tertera dalam MRA. Hal ini akan membawa keuntungan bagi para akuntan Indonesia yang telah terdaftar, karena dengan memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai akuntan terdaftar di Register Akuntan Negara, maka hal ini akan membawa mereka dalam selangkah lebih dekat untuk memperoleh sertifikasi ASEAN CPA.




1.2  . Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1.      Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan profesi akuntansi Indonesia,
2.      Mengetahui peluang dan ancaman yang dihadapi profesi akuntan Indonesia, dan
3.      Merumuskan upaya untuk memenagkan persaingan di era MEA.

1.3  . Manfaat Penulisan
1.      Untuk profesi akuntansi, hasil penulisan ini diharapkan memberi gambaran dan wawasan mengenai peluang dan tantangan yang dihadapi, sehingga dapat mendorong untuk meningkatkan kemampuan yang dimilikinya dan menyusun strategi agar dapat bersaing di era MEA.
2.      Untuk lembaga pendidikan akuntansi, hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi sumber masukan/ kontribusi untuk menyusun dan menyempurnakan kurikulum terbaru sehingga dapat mencetak lulusan akuntansi yang berkualitas.
3.      Untuk organiasi profesi akuntansi, hasil penulisan ini diharapkan bisa menjadi masukan untuk menyusun cetak biru pengembangan profesi dan landasan hukum profesi akuntansi.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  . Landasan Teori
a.      Tantangan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tantangan adalah hal atau objek yang menggugah tekad untuk meningkatkan kemampuan mengatasi masalah; rangsangan (untuk bekerja lebih giat); hal atau objek yang perlu ditanggulangi.
Tantangan dalam penulisan ini diasumsikan sebagai pengamatan dan penilaian kondisi profesi akuntan Indonesia. Hal yang perlu diamati adalah kuantitas akuntan Indonesia yang relatif masih kurang untuk mengisi kebutuhan tenaga akuntan dalam  negri saja. Sedangkan, hal yang dinilai adalah kualitas akuntan Indonesia yang masih rendah. Di level ASEAN kualitas akuntan Indonesia dibawah Singapura, Malaysia dan Thailand.

b.      Peluang
Definisi peluang menurut KBBI adalah kesempatan. Peluang dalam penulisan ini diasumsikan sebagai pembuktian dan penilaian kondisi Indonesia dan akuntannya. Hal yang dibuktikan adalah Indonesia mempunyai 34 Provinsi, 398 Pemerintah Kabupaten, 93 Pemerintah Kota, 34 Kementrian, 28 Lembaga Pemerintahan Non Keuangan (LPNK), 141 Badan Usaha Milik Negara (BUMN), 1.007 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), 4.042 Perusahaan Publik, 100.000 Yayasan, 108.000 Koperasi, 4.000 Perguruan Tinggi, 14 Partai Politik dan lebih dari 10.000 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan landang  bagi akuntan karena 226.780 organisasi tersebut memerlukan jasa akuntansi (sumber: Moh. Mahsun). Sedangkan hal yang dinilai adalah sertifikasi kompetensi akuntan, peluncuran Chartered Accountant (CA) IAI dan Certified Public Accountant (CPA) IAPI bisa menjadi kunci atau standar dalam persaingan MEA dengan negara-negara ASEAN karena sertifikasi tersebut sudah diakui di level Internasional.

c.       Strategi
Pengertian strategi menurut KBBI adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Seperti yang dijelaskan dalam tantangan dan peluang, diperlukannya strategi untuk memenangkan MEA. Seperti, mempersiapkan akuntan handal, continuous improvement, network and benchmark International, belajar bahasa Internasional dan bahasa Negara ASEAN, dan cetak biru profesi akuntansi Indonesia.

2.2  . Uraian Terdahulu
Beberapa karya tulis sudah dilakukan dalam rangka mengetahui seperti apakah tantangan dan peluang akuntan Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN. Adapaun beberapa karya tulis yang menjadi acuan dan referensi bagi penulis untuk menyusun karya tulis ini adalah sebagai berikut:

A.    Syarifudin (2015)
Karya tulis ini menjelaskan tentang ‘Tantangan dan Peluang Akuntan Indonesia dalam Menghadapi AEC 2015.’ Dalam karya tulis ini terdapat 1 (satu) topik yang diangkat oleh penulis yaitu penjelasan mengenai ciri-ciri akuntan yang handal yakni mempunyai integritas yang  tinggi, profesional, kompetitif, konsultatif, pengalaman praktek, keilmuan yang berkualitas, dan kepemimpinan. Penulis menambahkan satu ciri akuntan handal yakni good governance. Karya tulis ini menyimpulkan bahwa karakter dari akuntan yang handal menjadi harapan baru untuk berkompetisi dalam AEC 2015.

B.     Majalah IAI Edisi Desember 2014
Dikutip dari pandangan Ketua Dewan Pengurus Nasional (DPN) Ikatan Akutan Indonesia (IAI), Mardiasmo, dan ketua Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan, Langgeng Subur. Jurnal ini menjelaskan ‘Blue Print Profesi Akuntan, Mengubah Wajah Akuntan Indonesia.’ Tantangan ke depan dipastikan semakin besar dengan diberlakukannya AEC 2015. Karena itu diperlukan cetak biru pengembangan profesi dan landasan hukum profesi akuntan yang akan memastikan masa depan dunia akuntansi di Indonesia. Jurnal ini menyimpulkan Seorang akuntan sejatinya harus mengikuti proses pendidikan di bidang akuntansi dan lulus ujian sertifikasi profesi. Ia juga harus memiliki pe­ngalaman praktik di bidang akuntansi, menjaga kompetensi dengan meng­ikuti pendidikan profesi berkelanjut­an (PPL), serta menjadi anggota asosiasi profesi



























BAB III
METODE PENULISAN

3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder. Data sekunder berupa karya tulis oleh Syarifudin (2014) dan Jurnal akuntansi oleh IAI (Edisi Desember 2014)

3.2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan ini, penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1.      Melakukan penelusuran melalui internet pada situs resmi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dengan alamat situs www.IAIglobal.or.id
2.      Melakukan penelusuran melalui internet pada situs resmi Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dengan alamat situs www.IAPI.or.id
3.      Melakukan penelusuran melalui internet pada situs resmi Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kemenkeu RI dengan alamat situs www.PPAJP.depkeu.go.id
4.      Studi literatur dengan mengumpulkan data kepustakaan yang berhubuingan dengan penulisan.

3.3. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis SWOT. Kekuatan (Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats).






BAB IV
PEMBAHASAN

4.1  . Konsep Perpindahan Tenaga Kerja Terampil Masyarakat Ekonomi ASEAN
Secara prinsip ada dua terminologi perpindahan tenaga terampil yaitu prinsip Movement of Natural Persons (MNP) dan fasililtated entry. Pada prinsip pertama, tenaga kerja terampil melakukan mobilitas dalam kurun waktu tertentu baik sebagai individu yang mempekerjakan dirinya sendiri maupun sebagai pekerja dari perusahaan multinasional. Oleh karena itu yang termasuk dalam MNP adalah pengunjung bisnis, investor dan pedagang yang melakukan transaksi bisnis dan investasi, pindahan tenaga kerja pada perusahaan multinasional serta kalangan profesional seperti dokter, perawat, pengacara, akuntan, insinyur teknik dan tenaga profesional di bidang teknologi informasi. Prinsip yang kedua adalah mobilitas yang terkendali jadi bukan berarti bahwa mobilitas itu secara totally free akan tetapi melalui Mutual Recognition Arrangement (MRA). Dengan mekanisme MRA, negara tujuan mengakui kualifikasi profesional tenaga terampil dari negara asal atau negara pengirim. Itu berarti negara asal memiliki otoritas untuk memberikan sertifikat yang menjelaskan tentang kompetensi tenaga terampil yang akan dikirim. Meski tidak langsung memberikan jaminan akses pasar tapi tentunya MRA merupakan langkah awal dalam upaya mempromosikan tenaga terampil tersebut.

4.2  . Manfaat Konsep Perpindahan Tenaga Kerja Terampil Masyarakat Ekonomi ASEAN
a.       Adanya mobilisasi tenaga kerja terampil
b.      Mobilitas tenaga kerja terampil yang terkendali
c.       Kemudahan dalam memasuki dan meraih peluang kerja
d.      Kesempatan untuk meningkatkan kualitas profesi
e.       Keleluasaan dalam menentukan pilihan profesi
f.        Harmonisasi regulasi, dan
g.      Adanya peningkatan kualitas pendidikan dan gelar profesi.
4.3  . Tantangan Profesi Akuntansi Indonesia
Dikutip dari Majalah Indonesia CPA Edisi Oktober, Anggota Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Poppy berpendapat : Dari kuantitas, jumlah akuntan Indonesia saat ini sebanyak 52 ribu lebih, relatif masih kurang untuk mengisi kebutuhan tenaga akuntan dalam  negri saja. Sebagai gambaran sederhana saja, di Indonesia terdapat lebih dari 500 entias Pemerintah Daerah dengan paling sedikit 30 SKPD yang mengelola anggaran dan menyusun laporan keuangan berdasar SAP,  juga setiap Pemda memiliki fungsi internal asurans, bawasda/Inspektorat, namun hanya sedikit Pemda yang sudah memiliki sarjana akuntansi.
Pasar jasa akuntansi  di indonesia masih sangat tinggi  dan belum dapat dilayani oleh akuntan indonesia saat ini. Bukti kecil adalah lulusan sarjana akuntansi dari perguruan tinggi manapun terserap didunia kerja sangat cepat. Waktu tunggu lulus S1 akuntansi dari beberapa perguruan tinggi, bahkan negatif (belum lulus, sudah bekerja)
Banyak posisi yang harus diisi oleh sarjana akuntansi pada suatu entitas, bukan hanya sebagai pnaggungjawab penyusunan laporan keuangan saja, namun juga pada fungsi kepatuhan perpajakan, asuranca internal, akuntansi biaya dan anggaran, juga pada fungsi komite audit.
Sementara itu, data IAI (2013) menunjukkan perbandingan jumlah akuntan Negara ASEAN sebagai berikut, Thailand (56.573), Malaysia (30.236), Singapura (27.394), Filipina (19.573) dan Indonesia (15.940).
Data IAPI (2013) menunjukan perbandingan jumlah akuntan publik Negara ASEAN adalah Singapura (15.120), Filipina (15.020), Thailand (6.070), Malaysia (2.460), Vietnam (1.600) dan Indonesia (998).
Kemudian, berikut adalah jumlah akuntan yang menjadi anggota Asosiasi Akunatan Nasional di Negara-negara ASEAN (PPAJP:2013) : Brunei (BICPA: 56), Kamboja (KICPAA : 284), Indonesia (IAI : 13.933), Laos (LICPA : 171), Malaysia (MIA : 29.413), Filipina (PICPA : 19.573), Singapura (ICPAS : 25.842), Thailand (FAP : 51.298), Vietnam (VAA : 8.000) dan Myanmar (MAC : 1.379). Total akuntan beregister sampai Mei 2013 adalah 52.637, dan tidak seluruhnya bekerja sebagai akuntan.
Data diatas menunjukan kalau kita kekurangan akuntan. Tantangan kita adalah bagaimana caranya menjadi tuan rumah di negeri sendiri, yakni setidaknya pemakai jasa akuntansi dalam negeri tidak dikuasai akuntan asing.
Berbicara dari segi kualitas, Menurut Laporan Bank Dunia, terjadi kesenjangan besar dalam kualitas akuntan di Indonesia. Disebutkan kesenjangan terbesar adalah penggunaan bahasa Inggris (44%), penggunaan komputer (36%), ketrampilan perilaku (30%), ketrampilan berpikir kritis (33%) dan ketrampilan dasar (30%). Penguasaan bahasa inggris diperlukan karena keberadaannya sebagai bahasa internasional, dan akuntan harus menguasai baik secara lisan maupun tulisan. Kenyataannya masih ada akuntan yang belum memiliki kemampuan yang baik dalam bahasa inggris. Sementara penguasaan keahlian teknis yang mantap mengakibatkan penguasaan yang baik terhadap standar-standar profesi (Islahuddin dan Soesi, 2002).
Tatangan yang lebih serius lagi adalah masalah Integritas akuntan Indonesia. Beberapa kasus pelanggaran kode etik profesi, yakni :
 Pertama, kasus sembillan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya, dalam kasus ini terdapat banyak pelanggaran kode etik profesi akuntan. Prinsip pertama yaitu tanggung jawab profesi telah dilanggar. Karena auditor telah menerbitkan laporan palsu, maka kepercayaan masyarakat terhadapnya yang dianggap dapat menyajikan laporan keuangan telah disalahi. Prinsip kedua yaitu kepentingan publik juga telah dilanggar, karena dianggap telah menyesatkan publik dengan disajikannya laporan keuangan yang telah direkayasa. Bahkan prinsip keempat yaitu obyektivitas juga dilanggar, yaitu mereka tidak memikirkan kepentingan publik melainkan hanya mementingkan kepentingan klien.
Kedua, kasus pelanggaran kode etik BPK dalam kasus Hambalang : Mempertanyakan objektivitas Audit Investigasi BPK, dan
Ketiga, kasus KAP Enderson dan Enron, Pelanggaran etika dan prinsip profesi akuntansi telah dilanggar dalam kasus ini, yaitu pada prinsip pertama berupa pelanggaran tanggung jawab profesi untuk memelihara kepercayaan masyarakat pada jasa professional seorang akuntan. Prinsip kedua yaitu kepentingan publik juga telah dilanggar dalam kasus ini. Seorang akuntan seharusnya tidak hanya mementingkan kepentingan klien saja, tapi juga kepentingan publik.
Keempat, kasus Mulyana W Kusuma, sebagai anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang akan mengaudit keuangan logistik pemilu. Dalam kasus ini terdapat pelanggaran kode etik dimana auditor telah melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang auditor dalam mengungkapkan kecurangan. Auditor telah melanggar prinsip keempat etika profesi yaitu objektivitas, karena telah memihak salah satu pihak dengan dugaan adanya kecurangan. Auditor juga melanggar prinsip kelima etika profesi akuntansi yaitu kompetensi dan kehati-hatian professional, disini auditor dianggap tidak mampu mempertahankan pengetahuan dan keterampilan professionalnya sampai dia harus melakukan penjebakan untuk membuktikan kecurangan yang terjadi.
Dan masih banyak contoh kasus pelanggaran kode etik profesi akuntan lainnya. Kasus tersebut seharusnya menjadikan akuntan Indonesia sadar kalau akuntan dan integritas tidak bisa dipisahkan karena integritas merupkan karakter yang mendasari profesionalitasnya.

4.4  . Peluang Profesi Akuntansi Indonesia
Akuntan Indonesia memilki peluang yang sangat besar untuk mengisi lapangan kerja yang sangat terbuka, mengingat jumlah penduduk Indonesia sebanyak 43 persen dari jumlah penduduk ASEAN dan angkatan tenaga kerja kita mencapai 125,3 juta orang pada tahun 2014, bertambah sebanyak 5,2 juta orang dari tahun lalu.
Dari segi kualitas, potensi Indonesia juga sebenarnya cukup besar. Saat ini register akuntan sudah mencapai 52.000 (meskipun harus dicatat bahwa jumlah ini adalah akumulasi sejak tahun 1950-an). Jumlah ini pun terus bertambah tiap tahun dengan banyaknya lulusan program studi akuntansi di universitas maupun perguruan tinggi lainnya di Indonesia.

Selain itu, Indonesia mempunyai 34 Provinsi, 398 Pemerintah Kabupaten, 93 Pemerintah Kota, 34 Kementrian, 28 Lembaga Pemerintahan Non Keuangan (LPNK), 141 Badan Usaha Milik Negara (BUMN), 1.007 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), 4.042 Perusahaan Publik, 100.000 Yayasan, 108.000 Koperasi, 4.000 Perguruan Tinggi, 14 Partai Politik dan lebih dari 10.000 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan landang  bagi akuntan karena 226.780 organisasi tersebut memerlukan jasa akuntansi (sumber: Moh. Mahsun).
Ditambah lagi jumlah UMKM Indonesia mencapai 56,53 juta pada tahun 2013. data tersebut menunjukan bahwa begitu banyak jasa akuntan yang di butuhkan di Indonesia sendiri (beritaUMKM.com).
Dalam sertifikasi kompetensi akuntan, peluncuran Chartered Accountant (CA) IAI dan Certified Public Accountant (CPA) IAPI bisa menjadi kunci atau standar dalam persaingan MEA dengan negara-negara ASEAN karena sertifikasi tersebut sudah diakui di level Internasional.

4.5  . Strategi Profesi Akuntansi Indonesia
a.      Mempersiapkan Akuntan Handal
MEA menuntut berbagai profesi untuk meningkatkan kualitas daya saingnya, termasuk profesi akuntan. Untuk dapat bersaing di MEA akuntan-akuntan Indonesia perlu melakukan peningkatan kualitas  serta kompetensinya. Salah satu cara untuk dapat bersaing adalah dengan mencetak akuntan yang handal. Syarifudin menyebutkan, ciri – ciri akuntan yang handal adalah sebagai berikut :
1.        Mempunyai Integritas yang tinggi
Kita semua tahu bahwa tujuan dari pendidikan akuntansi, khususnya di Indonesia adalah untuk menghasilkan lulusan yang beretika dan bermoral tinggi sehingga tujuan dari laporan keuangan dapat tercapai yaitu memberikan informasi kepada penggunannya baik internal maupun eksternal.
Untuk menjadi akuntan yang beretika tidak cukup hanya berbekal IQ yang tinggi, faktor lainnya yang menunjang adalah EQ dan SQ. Seorang akuntan memang harus memiliki IQ yang tinggi sehingga memahami semua hal mengenai akuntansi agar dapat memecahkan masalah keuangan sehingga menghasilkan laporan keuangan yang bermanfaat bagi penggunanya. Namun peran EQ dan SQ juga sangat penting, seorang akuntan yang memiliki EQ yang baik akan mampu menghadapi berbagai masalah yang mungkin terjadi, dapat mengembangkan kecerdasan hati, seperti ketangguhan, inisiatif, optimisme, kemampuan beradaptasi dan empati. Sedangkan SQ, membuat seorang akuntan mempunyai pemahaman tentang siapa dirinya dan apa makna segala sesuatu bagi dirinya, dan bagaimana semua itu memberikan suatu tempat di dalam dunianya kepada orang lain. Jadi, dalam rangka mewujudkan profesi akuntan yang beretika, berahklak, beradab, dan bijak secara utuh, tidak hanya memperhatikan dan mengembangkan potensi secara intelektual (IQ), tetapi juga secara emosionalitas (EQ) dan spiritualitas (SQ).
Setiap profesi mempunyai kode etik masing-masing, begitu pula seorang akuntan, ada kode etik yang harus dipatuhi oleh seorang akuntan. Di Indonesia kerangka etika profesi akuntan telah diatur oleh IAI. Akuntan yang memiliki IQ, EQ, dan SQ yang baik pasti akan menjalankan kode etik tersebut dengan baik sehingga dia layak disebut sebagai akuntan yang beretika. Sebagai contoh dari integritas yang tinggi yaitu bahwa seorang harus menyajikan pekerjaan sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi pada keuangan perusahaan tersebut. Jangan sampai ada manipulasi maupun kecurangan dalam catatan keuangan perusahaan karena itu akan berpengaruh penting pada kelangsungan dan citra perusahaan.

2.        Profesional
Profesional berarti seorang akuntan harus bisa bekerja sesuai dengan prosedur yang ada dan mengabdi penuh terhadap pekerjaannya, sehingga menghasilkan hasil kerja yang baik, mampu memisahkan urusan pribadi dengan pekerjaannya, memiliki standar kerja yang baik. Untuk meningkatkan profesionalisme akuntan, kemampuan keakuntansian seorang akuntan harus terus diasah melalui Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan (PPL) dan sertifikasi yang terpercaya. Hal ini juga tidak lepas dari pengaruh input saat memasuki perguruan tinggi. perguruan tinggi yang menampung calon akuntan harus memperhatikan kualitas pengajaran materi dan karakter yang baik, sehingga output yang dihasilkan siap terjun ke lapangan dan menghadapai AEC 2015 dengan bekal yang cukup.

3.        Kompetitif
Pada tahun ini persaingan peran akuntan semakin ketat karena adanya AEC yang memberi peluang kepada akuntan negara lain untuk merebut kursi di perusahaan yang betempat di Indonesia. Indonesia harus siaga menghadapi itu semua, termasuk menyiapakan akuntan-akuntan yang kompetitif, jumlah permintaan jasa akuntan pasti akan meningkat, karena diperkirakan saat AEC sudah diberlakukan maka akan banyak berdiri perusahaan baru di Indonesia. Hal ini tentu menuntut jasa akuntan yang kompetitif agar dapat bersaing dengan akuntan dari negara lain. Untuk melahirkan akuntan kompetitif tentunya memerlukan peran dari berbagai pihak untuk merealisasikannya, namun yang terpenting adalah dorongan dari diri akuntan itu sendiri. Seorang akuntan harus memiliki kepercayaan diri yang tinggi, pantang menyerah, dan bersinergi untuk berkompetisi menjadi yang terbaik.

4.        Konsultatif
Seorang akuntan diharapkan mampu memberikan masukan kepada manajemen atas informasi akuntansi dalam rangka kepentingan membuat keputusan. Disamping itu juga mampu menganalisa laporan keuangan dengan baik. Akuntan memahami masalah perubahan secara detil dan lengkap karena tanggungjawab yang diembannya, sehingga mereka bisa mengambil keputusan secara cepat, akurat dan terintegrasi. Intensitas akuntan profesional berhubungan dengan berbagai pihak dalam perusahaan menyebabkan mereka mampu berkoordinasi dan membuat akuntan profesional bisa mengkomunikasikan visi manajemen dengan tepat sasaran dan secara berkesinambungan.

5.        Pengalaman Praktek
Akuntan memiliki pengalaman praktis yang membanggakan dan sudah teruji di bidang pekerjaan mereka. Akuntan kompetitif senantiasa mendapatkan penilaian dan pengakuan atas kinerjanya dari setiap institusi atau perusahaan tempat mereka berkarir, karena kualitas informasi yang mereka berikan.

6.        Keilmuan yang Berkualitas
Akuntan memiliki semangat untuk meng-upgrade diri dengan keilmuan akuntansi dan wawasan terbaru terhadap perkembangan dunia bisnis, sebagai referensi dalam mengolah data, menyajikan laporan keuangan, atau memberikan rekomendasi bisnis bagi manajemen.
7.        Kepemimpinan
Akuntan yang handal tentu memiliki jiwa kepemimpinan yang baik. Bagi perusahaan yang mencari top leader ataupun suksesor untuk melanjutkan estafet kepemimpinan manajemen di bidang keuangan, maka akuntan adalah pilihan yang tepat dan pantas.

8.      Komitmen Good Governance
Akuntan kompetitif memiliki komitmen terhadap integritas, etika bisnis, dan nilai-nilai sosial yang berkembang di masyarakat. Mereka menghormati tata norma tersebut, dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip tersebut dalam setiap rekomendasi yang diberikan kepada manajemen. Dengan komitmen tersebut, perusahaan bisa membangun iklim good governance yang kondusif dan iklim bisnis yang sehat dalam perusahaan.
Anggota DPN IAI/Menteri ESDM Sudirman Said, menerangkan “Governance itu bukan soal SOP (standard operational procedure), bukan soal sistem. Tapi lebih ke culture, behavior, perilaku, dan keteladanan dari pemimpinnya. Sisi leadership penting untuk membangkitkan governance,” ujarnya. “Saya sangat yakin Akuntan bisa melakukannya. Apalagi budaya di profesi Akuntan senantiasa mengedepankan integritas dan governance.”


b.      Continuous Improvement
Kompetensi profesional seseorang akuntan awalnya berasal dari pendidikan tinggi, lalu diasah melalui profesi. Untuk dapat meningkatkan kualitas serta kompetensi dengan cara mengikuti pendidikan dan pelatihan-pelatihan yang semuanya berkelanjutan dengan menjadi anggota asosiasi profesi, seperti IAI. karena IAI telah memiliki infrastruktur yang memadai, seperti standar profesi, standar kode etik, dan sebagainya. Sehingga dengan begitu, diharapkan para akuntan yang menjadi anggota asosiasi profesi tersebut menjadi lebih profesional dan menaati kode etik.
Tantangan profesi akuntansi ke depannya dengan adanya MEA kian tinggi. Di mana dengan adanya dinamika standar pelaporan keuangan yang sangat dinamis seperti International Financial Reporting Standards (IFRS), serta standar profesi utuk akuntan publik dengan adanya adopsi International Standards on Auditing (ISAs), jelas menuntut kompetensi tinggi.

c.       Network & Benchmark Internasional
Seorang akuntan dituntut mempunyai jaringan dan acuan standar Internasional. Jaringan penting karena seorang akuntan harus bisa mempromosikan kualitas dirinya agar bisa eksis di Asean. Sedangkan, akuntan harus up to date dengan kondisi terbaru akuntansi yang di jadikan patokan Internasional.

d.      Belajar Bahasa Internasional dan Bahasa Negara ASEAN
Penguasaan bahasa Inggris merupakan keharusan karena bahasa Inggris merupakan bahasa Internasional. Sedangkan belajar bahasa Negara ASEAN diharuskan jika ingin memenagkan persaingan MEA.

e.       Cetak Biru Profesi Akuntansi Indonesia
Pertama, memiliki kompetensi, yakni mengikuti proses pendidikan di bidang akuntansi, dan memiliki pengalaman menjalankan pekerjaan di bidang akuntansi.
Kedua, menjaga kompetensi melalui pendidik­an profesional berkelanjutan atau PPL. Akuntan juga diwajibkan untuk menyampaikan laporan realisasi PPL kepada Asosiasi Profesi Akuntan. Jumlah Satuan Kredit PPL (SKP) yang wajib diikuti oleh  akuntan, saat ini yang dirumuskan paling sedikit  30 SKP setiap tahun, mencakup materi yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, dan regulasi.
Ketiga, menjadi anggota asosiasi profesi akuntan, yakni IAI. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2014) mengatakan bahwa manfaat yang diterima jika bergabung dengan IAI adalah sebagai berikut :
a.       Mendapatkan pelayanan keanggotaan
b.      Mendapat pembelajaran mengenai pengembangan dan penyusunan standar akuntansi keuangan
c.       Mendapat pembelajaran mengenai pengembangan dan penegakkan kode etik akuntan
d.      pemberian konsultasi untuk pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi
e.       menjadi pusat pengetahuan dan pengembangan akuntansi
f.        meningkatkan kompetensi akuntan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan
Dan keempat, mematuhi kode etik profesi. Hal ini dapat dilakukan jika seorang akuntan sudah bergabung menjadi anggota IAI.















BAB V
PENUTUP

1.1. Kesimpulan
Masyarakat Ekonomi ASEAN memungkinkan moblisasi profesi akuntansi. Jika akuntan Indonesia tidak siap maka akuntan asing akan merebut pasar Indonesia.
Akuntan Indonesia memiliki kekurangan yang harus segera diperbaiki. Seperti, kuantitas akuntan yang masih relatif kecil dibandingakan pasar yang dibutuhkan. Dan kualitas akuntan seperti kurangnya kemampuan bahasa inggris, penggunaan komputer, keterampiulan berperilaku, berpikir kritis, sikap mental dan moral.
Sedangakan peluang akuntan Indonesia adalah banyaknya jumlah entitas/ organisasi yang membutuhkan jasa akuntansi, sertifikasi profesi CA dan CPA yang sudah diakui di level Internasional menjadikan akuntan Indonesia siap bersaing dengan akuntan Negara ASEAN.
Karakter dari akuntan yang handal menjadi harapan baru untuk berkompetisi dalam MEA.

1.2. Saran
Saran yang dapat diberikan atas hasil  ini adalah sebagai calon akuntan dan akuntan yang sudah ada siap atau tidak siap kita harus menghadapi persaingan dengan akuntan tingkat ASEAN. MEA bisa menjadi ancaman jika calon akuntan dan akuntan yang sudah ada  tidak mampu bersaing dan menjadi peluang jika mampu bersaing. Untuk dapat mampu bersaing dan menjadi peluang, sikap profesionalisme, beretika dan juga kompetitif harus di pupuk sejak dini. Peluang masih besar bila calon akuntan akuntan yang sudah ada mulai mempersiapkan diri dan mau berusahan.



DAFTAR PUSTAKA

Syarifudin, 2015. Tantangan dan Peluang Akuntan Indonesia dalam Menghadapi AEC 2015. Yogyakarta.
http://www.IAPI.or.id. Jumlah Akuntan Publik. (Diakses tanggal 3 Januari 2015)
http://www.PPAJP.depkeu.go.id. Jumlah Akuntan yang Menjadi Anggota Asosiasi Akuntan Nasional di Negara-negara ASEAN. (Diakses tanggal 18 Januari 2015)
Mahsun, 2015. Potensi dari Posisi Strategis Akuntan. Yogyakarta.

robbyjulianto.blogspot.com. Tantangan Akuntan Indonesia. (Diakses tanggal 14 November 2014)

KBBI, 2015. Pengertian tantangan dan peluang. Yogyakarta.

IAI, Mardiasmo dan subur, 2015. Blue Print Profesi Akuntan, Mengubah Wajah Akuntan Indonesia. Jakarta.

CPA, Poppy, 2014. Akuntan siap hadapi MEA. Jakarta.



Islahuddin dan Soesi, 2002. Persepsi Terhadap Kualitas Akuntan Menghadapi
Tuntutan Profesionalisme di Era Globalisasi. Jurnal Manajemen dan Bisnis, vol.4 (1), 1-18.

www.beritaUMKM.com. Data UMKM. (Diakses tanggal 13 Januari 2015)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar