BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Genderang perang
Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah ditabuh. Masyarakat Ekonomi ASEAN tidak hanya membuka arus
perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, salah satunya akuntan. Artinya, akan terjadi
persaingan dalam memperebutkan jabatan dan posisi strategis
akuntan di ASEAN yang
tertutup atau minim tenaga asingnya
Ketua Institut Akuntan
Publik Indonesia (IAPI), Tarko Sunaryo, mengakui ada kekhawatiran karena banyak akuntan yang belum menyadari adanya
kompetisi yang semakin ketat. Selain kemampuan Bahasa Inggris yang kurang, kesiapan mereka juga
sangat tergantung pada mental. Banyak yang belum siap kalau
mereka bersaing dengan akuntan luar negeri. (robbyjulianto.blogspot.com.
Diakses pasa 14 November 2014)
Selain itu, kualitas lulusan
akuntansi di Indonesia masih kurang dalam
hal profesionalitas, dan tidak hanya itu
lulusan akuntansi di Indonesia masih kurang up to date dengan kondisi terbaru, juga penerapan teknologi
informasi dalam bidang akuntansinya. Hal ini di karenakan kurangnya kesadaran
para lulusan akuntansi akan pentingnya penerapan sikap yang selalu ingin maju
dan mengikuti perkembangan zaman, sehingga tidak hanya diam pada zona amannya saja melainkan siap mengahadapi
tantangan-tantangan baru. Perubahan mindset adalah modal utama profesi Akuntan
untuk selalu bisa inline dengan zaman.
Dalam KOMPAS.com
yang diakses 25 September 2014, Menteri Keuangan Catib Basri mengeluarkan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.25/PMK.01/2014 tentang Akuntan Beregister
Negara. Peraturan ini dikeluarkan dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) 2015. Kepala Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Langgeng
Subur, mengatakan, penerbitan PMK Akuntan Beregister Negara dimaksudkan untuk
mewujudkan akuntan yang profesional dan memiliki daya saing di tingkat global
dengan empat karakteristik, yaitu : memiliki kompetensi, mampu menjaga
kompetensi melalui pendidikan profesional berkelanjutan, menjadi anggota
Asosiasi Profesi Akuntan, dan mematuhi standar dan kode etik profesi.
Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) sebagai anggota International Federation of Accountants (IFAC)
telah meluncurkan Chartered Accountant (CA). CA diluncurkan untuk mentaati
Statement Membership Obligations & Guidelines IFAC dan untuk memberi nilai
tambah bagi akuntan beregister negara. Sementara
itu, Certified Public Accountant (CPA) diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik
Indonesia (IAPI) merupakan upaya mensejajarkan akuntan Indonesia dengan akuntan
asing, terutama dari wilayah ASEAN.
Untuk
dapat bersaing dalam MEA 2015, para akuntan Indonesia juga memerlukan
sertifikasi tambahan yang diakui secara universal dalam ASEAN. Sesuai dengan
ketentuan MRA dalam jasa akuntansi, Sekretariat ASEAN mengeluarkan ASEAN
Chartered Professional Accountant (ASEAN CPA) sebagai sertifikasi yang diakui
oleh negara-negara anggota ASEAN. ASEAN CPA sendiri merupakan perwujudan dari
semakin terintegrasinya sistem sertifikasi bagi para akuntan di negara-negara
ASEAN sebagai salah satu upaya untuk memuluskan arus lalu-lintas jasa akuntansi
di ASEAN. Dengan mendapat sertifikasi ASEAN CPA, maka para akuntan Indonesia
dapat memperoleh banyak peluang karena ASEAN CPA dapat bertindak sebagai free
pass dalam memperluas pasar ke negara-negara ASEAN. Hal ini tentu saja dengan
catatan bahwa mereka wajib tetap tunduk dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku
pada negara tempat akuntan bekerja. Dalam kaitannya dengan PMK Akuntan,
PMK Akuntan telah mengadopsi persyaratan yang serupa dengan persyaratan untuk
memperoleh ASEAN CPA yang tertera dalam MRA. Hal ini akan membawa keuntungan
bagi para akuntan Indonesia yang telah terdaftar, karena dengan memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai akuntan terdaftar di Register Akuntan Negara,
maka hal ini akan membawa mereka dalam selangkah lebih dekat untuk memperoleh
sertifikasi ASEAN CPA.
1.2
. Tujuan
Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui kekuatan dan kelemahan profesi akuntansi Indonesia,
2.
Mengetahui
peluang dan ancaman yang dihadapi profesi akuntan Indonesia, dan
3.
Merumuskan
upaya untuk memenagkan persaingan di era MEA.
1.3
. Manfaat
Penulisan
1.
Untuk profesi akuntansi, hasil
penulisan ini diharapkan memberi gambaran dan wawasan mengenai peluang dan
tantangan yang dihadapi, sehingga dapat mendorong untuk meningkatkan kemampuan
yang dimilikinya dan menyusun strategi agar dapat bersaing di era MEA.
2.
Untuk lembaga pendidikan akuntansi,
hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi sumber masukan/ kontribusi untuk
menyusun dan menyempurnakan kurikulum terbaru sehingga dapat mencetak lulusan
akuntansi yang berkualitas.
3.
Untuk organiasi profesi akuntansi,
hasil penulisan ini diharapkan bisa menjadi masukan untuk menyusun cetak
biru pengembangan profesi dan landasan hukum profesi akuntansi.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 . Landasan Teori
a. Tantangan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), tantangan adalah hal atau objek yang menggugah tekad untuk meningkatkan
kemampuan mengatasi masalah; rangsangan (untuk bekerja lebih giat); hal atau
objek yang perlu ditanggulangi.
Tantangan dalam penulisan ini
diasumsikan sebagai pengamatan dan penilaian kondisi profesi akuntan Indonesia.
Hal yang perlu diamati adalah kuantitas akuntan Indonesia yang relatif
masih kurang untuk mengisi kebutuhan tenaga akuntan dalam negri saja. Sedangkan,
hal yang dinilai adalah kualitas akuntan Indonesia yang masih rendah. Di
level ASEAN kualitas akuntan Indonesia dibawah Singapura, Malaysia dan
Thailand.
b. Peluang
Definisi peluang menurut KBBI adalah
kesempatan. Peluang dalam penulisan ini diasumsikan sebagai pembuktian dan penilaian
kondisi Indonesia dan akuntannya. Hal yang dibuktikan adalah Indonesia
mempunyai 34 Provinsi, 398 Pemerintah Kabupaten, 93 Pemerintah Kota, 34
Kementrian, 28 Lembaga Pemerintahan Non Keuangan (LPNK), 141 Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), 1.007 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), 4.042 Perusahaan Publik,
100.000 Yayasan, 108.000 Koperasi, 4.000 Perguruan Tinggi, 14 Partai Politik
dan lebih dari 10.000 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan landang bagi akuntan karena 226.780 organisasi
tersebut memerlukan jasa akuntansi (sumber: Moh. Mahsun). Sedangkan hal yang
dinilai adalah sertifikasi kompetensi akuntan, peluncuran Chartered
Accountant (CA) IAI dan Certified Public Accountant (CPA) IAPI bisa menjadi kunci atau
standar dalam persaingan MEA dengan negara-negara ASEAN karena
sertifikasi tersebut sudah diakui di level Internasional.
c. Strategi
Pengertian strategi menurut KBBI
adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.
Seperti yang dijelaskan dalam tantangan dan peluang, diperlukannya strategi
untuk memenangkan MEA. Seperti, mempersiapkan akuntan handal, continuous improvement, network and
benchmark International, belajar bahasa Internasional dan bahasa Negara
ASEAN, dan cetak biru profesi akuntansi Indonesia.
2.2 . Uraian Terdahulu
Beberapa karya tulis sudah dilakukan
dalam rangka mengetahui seperti apakah tantangan dan peluang akuntan Indonesia
dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN. Adapaun beberapa karya tulis yang menjadi acuan
dan referensi bagi penulis untuk menyusun karya tulis ini adalah sebagai
berikut:
A.
Syarifudin (2015)
Karya tulis ini menjelaskan tentang
‘Tantangan dan Peluang Akuntan Indonesia dalam Menghadapi AEC 2015.’ Dalam
karya tulis ini terdapat 1 (satu) topik yang diangkat oleh penulis yaitu
penjelasan mengenai ciri-ciri akuntan yang handal yakni mempunyai integritas
yang tinggi, profesional, kompetitif, konsultatif,
pengalaman praktek, keilmuan yang berkualitas, dan kepemimpinan. Penulis
menambahkan satu ciri akuntan handal yakni good
governance. Karya tulis ini menyimpulkan bahwa karakter dari akuntan yang
handal menjadi harapan baru untuk berkompetisi dalam AEC 2015.
B.
Majalah IAI Edisi Desember 2014
Dikutip dari pandangan Ketua
Dewan Pengurus Nasional (DPN) Ikatan Akutan Indonesia (IAI), Mardiasmo, dan
ketua Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan,
Langgeng Subur. Jurnal ini menjelaskan ‘Blue Print Profesi Akuntan,
Mengubah Wajah Akuntan Indonesia.’ Tantangan ke depan
dipastikan semakin besar dengan diberlakukannya AEC 2015. Karena itu diperlukan
cetak biru pengembangan profesi dan landasan hukum profesi akuntan yang akan
memastikan masa depan dunia akuntansi di Indonesia. Jurnal ini menyimpulkan
Seorang akuntan sejatinya harus mengikuti proses pendidikan di bidang akuntansi
dan lulus ujian sertifikasi profesi. Ia juga harus memiliki pengalaman praktik
di bidang akuntansi, menjaga kompetensi dengan mengikuti pendidikan profesi
berkelanjutan (PPL), serta menjadi anggota asosiasi profesi
BAB III
METODE PENULISAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam
penulisan ini adalah data sekunder. Data sekunder berupa karya tulis oleh
Syarifudin (2014) dan Jurnal akuntansi oleh IAI (Edisi Desember 2014)
3.2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan ini, penulis
melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1.
Melakukan penelusuran melalui
internet pada situs resmi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dengan alamat situs www.IAIglobal.or.id
2.
Melakukan penelusuran melalui
internet pada situs resmi Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dengan
alamat situs www.IAPI.or.id
3.
Melakukan penelusuran melalui
internet pada situs resmi Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP)
Kemenkeu RI dengan alamat situs www.PPAJP.depkeu.go.id
4.
Studi literatur dengan mengumpulkan
data kepustakaan yang berhubuingan dengan penulisan.
3.3. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah
analisis SWOT. Kekuatan (Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Peluang (Opportunities),
dan ancaman (Threats).
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 . Konsep Perpindahan Tenaga Kerja
Terampil Masyarakat Ekonomi ASEAN
Secara prinsip ada dua terminologi
perpindahan tenaga terampil yaitu prinsip Movement of Natural Persons (MNP) dan fasililtated entry.
Pada prinsip pertama, tenaga kerja terampil melakukan mobilitas dalam kurun
waktu tertentu baik sebagai individu yang mempekerjakan dirinya sendiri maupun
sebagai pekerja dari perusahaan multinasional. Oleh karena itu yang termasuk
dalam MNP adalah pengunjung bisnis, investor dan pedagang yang melakukan
transaksi bisnis dan investasi, pindahan tenaga kerja pada perusahaan
multinasional serta kalangan profesional seperti dokter, perawat, pengacara,
akuntan, insinyur teknik dan tenaga profesional di bidang teknologi informasi.
Prinsip yang kedua adalah mobilitas yang terkendali jadi bukan berarti bahwa
mobilitas itu secara totally free akan tetapi melalui Mutual
Recognition Arrangement (MRA).
Dengan mekanisme MRA, negara tujuan mengakui kualifikasi profesional tenaga
terampil dari negara asal atau negara pengirim. Itu berarti negara asal
memiliki otoritas untuk memberikan sertifikat yang menjelaskan tentang
kompetensi tenaga terampil yang akan dikirim. Meski tidak langsung memberikan
jaminan akses pasar tapi tentunya MRA merupakan langkah awal dalam upaya
mempromosikan tenaga terampil tersebut.
4.2 . Manfaat Konsep Perpindahan Tenaga
Kerja Terampil Masyarakat Ekonomi ASEAN
a.
Adanya mobilisasi tenaga kerja
terampil
b.
Mobilitas tenaga kerja terampil yang
terkendali
c.
Kemudahan dalam memasuki dan meraih
peluang kerja
d.
Kesempatan untuk meningkatkan
kualitas profesi
e.
Keleluasaan dalam menentukan pilihan
profesi
f.
Harmonisasi regulasi, dan
g.
Adanya peningkatan kualitas
pendidikan dan gelar profesi.
4.3 . Tantangan Profesi Akuntansi
Indonesia
Dikutip
dari Majalah Indonesia CPA Edisi Oktober, Anggota Dewan Audit Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), Poppy berpendapat : Dari kuantitas, jumlah akuntan Indonesia
saat ini sebanyak 52 ribu lebih, relatif masih kurang untuk mengisi kebutuhan
tenaga akuntan dalam negri saja. Sebagai
gambaran sederhana saja, di Indonesia terdapat lebih dari 500 entias Pemerintah
Daerah dengan paling sedikit 30 SKPD yang mengelola anggaran dan menyusun
laporan keuangan berdasar SAP, juga
setiap Pemda memiliki fungsi internal asurans, bawasda/Inspektorat, namun hanya
sedikit Pemda yang sudah memiliki sarjana akuntansi.
Pasar
jasa akuntansi di indonesia masih sangat
tinggi dan belum dapat dilayani oleh
akuntan indonesia saat ini. Bukti kecil adalah lulusan sarjana akuntansi dari
perguruan tinggi manapun terserap didunia kerja sangat cepat. Waktu tunggu
lulus S1 akuntansi dari beberapa perguruan tinggi, bahkan negatif (belum lulus,
sudah bekerja)
Banyak
posisi yang harus diisi oleh sarjana akuntansi pada suatu entitas, bukan hanya
sebagai pnaggungjawab penyusunan laporan keuangan saja, namun juga pada fungsi
kepatuhan perpajakan, asuranca internal, akuntansi biaya dan anggaran, juga
pada fungsi komite audit.
Sementara itu,
data IAI (2013) menunjukkan perbandingan jumlah akuntan Negara ASEAN sebagai
berikut, Thailand (56.573), Malaysia (30.236), Singapura (27.394), Filipina
(19.573) dan Indonesia (15.940).
Data IAPI (2013)
menunjukan perbandingan jumlah akuntan publik Negara ASEAN adalah Singapura
(15.120), Filipina (15.020), Thailand (6.070), Malaysia (2.460), Vietnam
(1.600) dan Indonesia (998).
Kemudian, berikut adalah jumlah
akuntan yang menjadi anggota Asosiasi Akunatan Nasional di Negara-negara ASEAN
(PPAJP:2013) : Brunei (BICPA: 56), Kamboja (KICPAA : 284), Indonesia (IAI :
13.933), Laos (LICPA : 171), Malaysia (MIA : 29.413), Filipina (PICPA :
19.573), Singapura (ICPAS : 25.842), Thailand (FAP : 51.298), Vietnam (VAA :
8.000) dan Myanmar (MAC : 1.379). Total akuntan beregister sampai Mei 2013
adalah 52.637, dan tidak seluruhnya bekerja sebagai akuntan.
Data diatas menunjukan kalau kita
kekurangan akuntan. Tantangan kita adalah bagaimana
caranya menjadi tuan rumah di negeri sendiri, yakni setidaknya pemakai jasa
akuntansi dalam negeri tidak dikuasai akuntan asing.
Berbicara dari segi kualitas,
Menurut Laporan Bank Dunia, terjadi kesenjangan besar dalam kualitas akuntan di
Indonesia. Disebutkan kesenjangan terbesar adalah penggunaan bahasa Inggris
(44%), penggunaan komputer (36%), ketrampilan perilaku (30%), ketrampilan berpikir
kritis (33%) dan ketrampilan dasar (30%). Penguasaan bahasa inggris diperlukan
karena keberadaannya sebagai bahasa internasional, dan akuntan harus menguasai
baik secara lisan maupun tulisan. Kenyataannya masih ada akuntan yang belum
memiliki kemampuan yang baik dalam bahasa inggris. Sementara penguasaan
keahlian teknis yang mantap mengakibatkan penguasaan yang baik terhadap
standar-standar profesi (Islahuddin dan Soesi, 2002).
Tatangan yang lebih serius lagi
adalah masalah Integritas akuntan Indonesia. Beberapa kasus pelanggaran kode
etik profesi, yakni :
Pertama, kasus sembillan KAP yang diduga
melakukan kolusi dengan kliennya, dalam
kasus ini terdapat banyak pelanggaran kode etik profesi akuntan. Prinsip
pertama yaitu tanggung jawab profesi telah dilanggar. Karena auditor telah
menerbitkan laporan palsu, maka kepercayaan masyarakat terhadapnya yang
dianggap dapat menyajikan laporan keuangan telah disalahi. Prinsip kedua yaitu
kepentingan publik juga telah dilanggar, karena dianggap telah menyesatkan
publik dengan disajikannya laporan keuangan
yang telah direkayasa. Bahkan prinsip keempat yaitu obyektivitas juga
dilanggar, yaitu mereka tidak memikirkan kepentingan publik melainkan
hanya mementingkan kepentingan klien.
Kedua, kasus pelanggaran kode etik
BPK dalam kasus Hambalang : Mempertanyakan objektivitas Audit Investigasi BPK,
dan
Ketiga, kasus KAP Enderson dan
Enron, Pelanggaran
etika dan prinsip profesi akuntansi telah dilanggar dalam kasus ini, yaitu pada
prinsip pertama berupa pelanggaran tanggung jawab profesi untuk memelihara
kepercayaan masyarakat pada jasa professional seorang akuntan. Prinsip kedua
yaitu kepentingan publik juga telah dilanggar dalam kasus ini. Seorang akuntan
seharusnya tidak hanya mementingkan kepentingan klien saja, tapi juga
kepentingan publik.
Keempat, kasus
Mulyana W Kusuma, sebagai anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang akan
mengaudit keuangan logistik pemilu. Dalam kasus ini terdapat pelanggaran kode etik dimana auditor telah
melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang auditor dalam
mengungkapkan kecurangan. Auditor telah melanggar prinsip keempat etika profesi
yaitu objektivitas, karena telah memihak salah satu pihak dengan dugaan adanya
kecurangan. Auditor juga melanggar prinsip kelima etika profesi akuntansi yaitu
kompetensi dan kehati-hatian professional, disini auditor dianggap tidak mampu
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan professionalnya sampai dia harus
melakukan penjebakan untuk membuktikan kecurangan yang terjadi.
Dan masih banyak contoh kasus
pelanggaran kode etik profesi akuntan lainnya. Kasus tersebut seharusnya
menjadikan akuntan Indonesia sadar kalau akuntan dan integritas tidak bisa
dipisahkan karena integritas merupkan karakter yang mendasari
profesionalitasnya.
4.4 . Peluang Profesi Akuntansi
Indonesia
Akuntan Indonesia
memilki peluang yang sangat besar untuk mengisi lapangan kerja yang sangat
terbuka, mengingat jumlah penduduk Indonesia sebanyak 43 persen dari jumlah
penduduk ASEAN dan angkatan tenaga kerja kita mencapai 125,3 juta orang pada
tahun 2014, bertambah sebanyak 5,2 juta orang dari tahun lalu.
Dari
segi kualitas, potensi Indonesia juga sebenarnya cukup besar. Saat ini register
akuntan sudah mencapai 52.000 (meskipun harus dicatat bahwa jumlah ini adalah
akumulasi sejak tahun 1950-an). Jumlah ini pun terus bertambah tiap tahun
dengan banyaknya lulusan program studi akuntansi di universitas maupun
perguruan tinggi lainnya di Indonesia.
Selain itu,
Indonesia mempunyai 34 Provinsi, 398 Pemerintah Kabupaten, 93 Pemerintah Kota,
34 Kementrian, 28 Lembaga Pemerintahan Non Keuangan (LPNK), 141 Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), 1.007 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), 4.042 Perusahaan
Publik, 100.000 Yayasan, 108.000 Koperasi, 4.000 Perguruan Tinggi, 14 Partai
Politik dan lebih dari 10.000 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan
landang bagi akuntan karena 226.780
organisasi tersebut memerlukan jasa akuntansi (sumber: Moh. Mahsun).
Ditambah lagi
jumlah UMKM Indonesia mencapai 56,53 juta pada tahun 2013. data tersebut
menunjukan bahwa begitu banyak jasa akuntan yang di butuhkan di Indonesia
sendiri (beritaUMKM.com).
Dalam sertifikasi
kompetensi akuntan, peluncuran Chartered Accountant (CA) IAI dan Certified Public Accountant (CPA) IAPI bisa menjadi kunci atau
standar dalam persaingan MEA dengan negara-negara ASEAN karena
sertifikasi tersebut sudah diakui di level Internasional.
4.5 . Strategi Profesi Akuntansi
Indonesia
a. Mempersiapkan Akuntan Handal
MEA menuntut berbagai profesi untuk
meningkatkan kualitas daya saingnya, termasuk profesi akuntan. Untuk dapat
bersaing di MEA akuntan-akuntan Indonesia perlu melakukan peningkatan
kualitas serta kompetensinya. Salah satu cara untuk dapat bersaing adalah
dengan mencetak akuntan yang handal. Syarifudin menyebutkan, ciri – ciri
akuntan yang handal adalah sebagai berikut :
1.
Mempunyai Integritas yang
tinggi
Kita semua tahu
bahwa tujuan dari pendidikan akuntansi, khususnya di Indonesia adalah untuk
menghasilkan lulusan yang beretika dan bermoral tinggi sehingga tujuan dari
laporan keuangan dapat tercapai yaitu memberikan informasi kepada penggunannya
baik internal maupun eksternal.
Untuk menjadi
akuntan yang beretika tidak cukup hanya berbekal IQ yang tinggi, faktor lainnya
yang menunjang adalah EQ dan SQ. Seorang akuntan memang harus memiliki IQ yang
tinggi sehingga memahami semua hal mengenai akuntansi agar dapat memecahkan
masalah keuangan sehingga menghasilkan laporan keuangan yang bermanfaat bagi
penggunanya. Namun peran EQ dan SQ juga sangat penting, seorang akuntan yang
memiliki EQ yang baik akan mampu menghadapi berbagai masalah yang mungkin
terjadi, dapat mengembangkan kecerdasan hati, seperti ketangguhan, inisiatif,
optimisme, kemampuan beradaptasi dan empati. Sedangkan SQ, membuat seorang
akuntan mempunyai pemahaman tentang siapa dirinya dan apa makna segala sesuatu
bagi dirinya, dan bagaimana semua itu memberikan suatu tempat di dalam dunianya
kepada orang lain. Jadi, dalam rangka mewujudkan profesi akuntan yang beretika,
berahklak, beradab, dan bijak secara utuh, tidak hanya memperhatikan dan
mengembangkan potensi secara intelektual (IQ), tetapi juga secara emosionalitas
(EQ) dan spiritualitas (SQ).
Setiap profesi
mempunyai kode etik masing-masing, begitu pula seorang akuntan, ada kode etik
yang harus dipatuhi oleh seorang akuntan. Di Indonesia kerangka etika profesi
akuntan telah diatur oleh IAI. Akuntan yang memiliki IQ, EQ, dan SQ yang baik
pasti akan menjalankan kode etik tersebut dengan baik sehingga dia layak
disebut sebagai akuntan yang beretika. Sebagai
contoh dari integritas yang tinggi yaitu bahwa seorang harus menyajikan
pekerjaan sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi pada keuangan perusahaan
tersebut. Jangan sampai ada manipulasi maupun kecurangan dalam catatan keuangan
perusahaan karena itu akan berpengaruh penting pada kelangsungan dan citra
perusahaan.
2.
Profesional
Profesional berarti seorang akuntan
harus bisa bekerja sesuai dengan prosedur yang ada dan mengabdi penuh terhadap
pekerjaannya, sehingga menghasilkan hasil kerja yang baik, mampu memisahkan
urusan pribadi dengan pekerjaannya, memiliki standar kerja yang baik. Untuk
meningkatkan profesionalisme akuntan, kemampuan keakuntansian seorang akuntan
harus terus diasah melalui Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan (PPL) dan
sertifikasi yang terpercaya. Hal ini juga tidak lepas dari pengaruh input saat
memasuki perguruan tinggi. perguruan tinggi yang menampung calon akuntan harus
memperhatikan kualitas pengajaran materi dan karakter yang baik, sehingga
output yang dihasilkan siap terjun ke lapangan dan menghadapai AEC 2015 dengan
bekal yang cukup.
3.
Kompetitif
Pada tahun ini persaingan peran
akuntan semakin ketat karena adanya AEC yang memberi peluang kepada akuntan
negara lain untuk merebut kursi di perusahaan yang betempat di Indonesia.
Indonesia harus siaga menghadapi itu semua, termasuk menyiapakan
akuntan-akuntan yang kompetitif, jumlah permintaan jasa akuntan pasti akan
meningkat, karena diperkirakan saat AEC sudah diberlakukan maka akan banyak
berdiri perusahaan baru di Indonesia. Hal ini tentu menuntut jasa akuntan yang
kompetitif agar dapat bersaing dengan akuntan dari negara lain. Untuk
melahirkan akuntan kompetitif tentunya memerlukan peran dari berbagai pihak
untuk merealisasikannya, namun yang terpenting adalah dorongan dari diri
akuntan itu sendiri. Seorang akuntan harus memiliki kepercayaan diri yang
tinggi, pantang menyerah, dan bersinergi untuk berkompetisi menjadi yang
terbaik.
4.
Konsultatif
Seorang akuntan
diharapkan mampu memberikan masukan kepada manajemen atas informasi akuntansi
dalam rangka kepentingan membuat keputusan. Disamping itu juga mampu
menganalisa laporan keuangan dengan baik. Akuntan
memahami masalah perubahan secara detil dan lengkap karena tanggungjawab yang
diembannya, sehingga mereka bisa mengambil keputusan secara cepat, akurat dan
terintegrasi. Intensitas akuntan profesional berhubungan dengan berbagai pihak
dalam perusahaan menyebabkan mereka mampu berkoordinasi dan membuat akuntan
profesional bisa mengkomunikasikan visi manajemen dengan tepat sasaran dan
secara berkesinambungan.
5.
Pengalaman Praktek
Akuntan
memiliki pengalaman praktis yang membanggakan dan sudah teruji di bidang
pekerjaan mereka. Akuntan kompetitif senantiasa mendapatkan penilaian dan
pengakuan atas kinerjanya dari setiap institusi atau perusahaan tempat mereka
berkarir, karena kualitas informasi yang mereka berikan.
6.
Keilmuan yang Berkualitas
Akuntan
memiliki semangat untuk meng-upgrade diri dengan keilmuan akuntansi dan wawasan
terbaru terhadap perkembangan dunia bisnis, sebagai referensi dalam mengolah
data, menyajikan laporan keuangan, atau memberikan rekomendasi bisnis bagi
manajemen.
7.
Kepemimpinan
Akuntan yang
handal tentu memiliki jiwa kepemimpinan yang baik. Bagi perusahaan yang mencari
top leader ataupun suksesor untuk melanjutkan estafet kepemimpinan manajemen di
bidang keuangan, maka akuntan adalah pilihan yang tepat dan pantas.
8. Komitmen
Good Governance
Akuntan kompetitif
memiliki komitmen terhadap integritas, etika bisnis, dan nilai-nilai sosial
yang berkembang di masyarakat. Mereka menghormati tata norma tersebut, dan
menjunjung tinggi prinsip-prinsip tersebut dalam setiap rekomendasi yang
diberikan kepada manajemen. Dengan komitmen tersebut, perusahaan bisa membangun
iklim good governance yang kondusif dan iklim bisnis yang sehat dalam
perusahaan.
Anggota DPN IAI/Menteri ESDM
Sudirman Said, menerangkan “Governance itu bukan soal SOP (standard operational procedure), bukan soal sistem. Tapi lebih ke culture, behavior, perilaku, dan
keteladanan dari pemimpinnya. Sisi leadership penting untuk membangkitkan
governance,” ujarnya. “Saya sangat yakin Akuntan bisa melakukannya. Apalagi
budaya di profesi Akuntan senantiasa mengedepankan integritas dan governance.”
b.
Continuous
Improvement
Kompetensi
profesional seseorang akuntan awalnya berasal dari pendidikan tinggi, lalu
diasah melalui profesi. Untuk dapat meningkatkan kualitas serta kompetensi
dengan cara mengikuti pendidikan dan pelatihan-pelatihan yang semuanya
berkelanjutan dengan menjadi anggota asosiasi profesi, seperti IAI. karena IAI
telah memiliki infrastruktur yang memadai, seperti standar profesi, standar
kode etik, dan sebagainya. Sehingga dengan begitu, diharapkan para akuntan yang
menjadi anggota asosiasi profesi tersebut menjadi lebih profesional dan menaati
kode etik.
Tantangan
profesi akuntansi ke depannya dengan adanya MEA kian tinggi. Di mana dengan
adanya dinamika standar pelaporan keuangan yang sangat dinamis seperti
International Financial Reporting Standards (IFRS), serta standar profesi utuk
akuntan publik dengan adanya adopsi International Standards on Auditing (ISAs),
jelas menuntut kompetensi tinggi.
c.
Network
& Benchmark Internasional
Seorang
akuntan dituntut mempunyai jaringan dan acuan standar Internasional. Jaringan
penting karena seorang akuntan harus bisa mempromosikan kualitas dirinya agar
bisa eksis di Asean. Sedangkan, akuntan harus up to date dengan kondisi terbaru akuntansi yang di jadikan patokan
Internasional.
d.
Belajar
Bahasa Internasional dan Bahasa Negara ASEAN
Penguasaan
bahasa Inggris merupakan keharusan karena bahasa Inggris merupakan bahasa
Internasional. Sedangkan belajar bahasa Negara ASEAN diharuskan jika ingin
memenagkan persaingan MEA.
e.
Cetak
Biru Profesi Akuntansi Indonesia
Pertama, memiliki
kompetensi, yakni mengikuti proses pendidikan di bidang akuntansi, dan memiliki
pengalaman menjalankan pekerjaan di bidang akuntansi.
Kedua, menjaga
kompetensi melalui pendidikan profesional berkelanjutan atau PPL. Akuntan juga diwajibkan untuk
menyampaikan laporan realisasi PPL kepada Asosiasi Profesi Akuntan.
Jumlah Satuan Kredit PPL (SKP) yang wajib diikuti oleh akuntan, saat ini
yang dirumuskan paling sedikit 30 SKP setiap tahun, mencakup materi yang
berkaitan dengan akuntansi, keuangan, dan regulasi.
Ketiga, menjadi
anggota asosiasi profesi akuntan, yakni IAI. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia
(2014) mengatakan bahwa manfaat yang diterima jika bergabung dengan IAI adalah
sebagai berikut :
a. Mendapatkan
pelayanan keanggotaan
b. Mendapat
pembelajaran mengenai pengembangan dan penyusunan standar akuntansi keuangan
c. Mendapat
pembelajaran mengenai pengembangan dan penegakkan kode etik akuntan
d. pemberian
konsultasi untuk pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi
e. menjadi
pusat pengetahuan dan pengembangan akuntansi
f.
meningkatkan kompetensi
akuntan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan
Dan keempat,
mematuhi kode etik profesi. Hal ini dapat dilakukan jika seorang akuntan sudah
bergabung menjadi anggota IAI.
BAB V
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Masyarakat Ekonomi ASEAN
memungkinkan moblisasi profesi akuntansi. Jika akuntan Indonesia tidak siap
maka akuntan asing akan merebut pasar Indonesia.
Akuntan Indonesia memiliki
kekurangan yang harus segera diperbaiki. Seperti, kuantitas akuntan yang masih relatif
kecil dibandingakan pasar yang dibutuhkan. Dan kualitas akuntan seperti
kurangnya kemampuan bahasa inggris, penggunaan komputer, keterampiulan
berperilaku, berpikir kritis, sikap mental dan moral.
Sedangakan peluang akuntan Indonesia
adalah banyaknya jumlah entitas/ organisasi yang membutuhkan jasa akuntansi,
sertifikasi profesi CA dan CPA yang sudah diakui di level Internasional
menjadikan akuntan Indonesia siap bersaing dengan akuntan Negara ASEAN.
Karakter dari akuntan yang handal
menjadi harapan baru untuk berkompetisi dalam MEA.
1.2. Saran
Saran
yang dapat diberikan atas hasil ini
adalah sebagai calon akuntan dan akuntan yang sudah ada siap atau tidak siap
kita harus menghadapi persaingan dengan akuntan tingkat ASEAN. MEA bisa menjadi
ancaman jika calon akuntan dan akuntan yang sudah ada tidak mampu bersaing dan menjadi peluang jika
mampu bersaing. Untuk dapat mampu bersaing dan menjadi peluang, sikap
profesionalisme, beretika dan juga kompetitif harus di pupuk sejak dini.
Peluang masih besar bila calon akuntan akuntan yang sudah ada mulai
mempersiapkan diri dan mau berusahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Syarifudin, 2015. Tantangan dan Peluang
Akuntan Indonesia dalam Menghadapi AEC 2015. Yogyakarta.
http://www.IAPI.or.id.
Jumlah
Akuntan Publik. (Diakses
tanggal 3 Januari 2015)
http://www.PPAJP.depkeu.go.id.
Jumlah Akuntan yang Menjadi Anggota Asosiasi Akuntan Nasional di Negara-negara
ASEAN.
(Diakses tanggal
18 Januari 2015)
Mahsun, 2015. Potensi dari Posisi Strategis
Akuntan. Yogyakarta.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/03/11/1621393/Hadapi.MEA.Menkeu.Keluarkan.Aturan.Akuntan.Beregister.Negara. (Diakses tanggal 25 September 2015)
KBBI, 2015. Pengertian tantangan dan peluang.
Yogyakarta.
IAI, Mardiasmo dan subur, 2015. Blue Print Profesi
Akuntan, Mengubah Wajah Akuntan Indonesia. Jakarta.
CPA, Poppy, 2014. Akuntan siap hadapi
MEA. Jakarta.
Islahuddin
dan Soesi, 2002. Persepsi Terhadap Kualitas Akuntan Menghadapi
Tuntutan
Profesionalisme di Era Globalisasi. Jurnal Manajemen dan Bisnis, vol.4
(1), 1-18.
www.beritaUMKM.com.
Data UMKM. (Diakses tanggal 13 Januari 2015)
http://astutibhen.blogspot.com/2013/01/lima-contoh-kasus-pelanggaran-kode-etik.html. (Diakses
tanggal 19 Januari 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar