Jakarta – Pemerintah tidak bisa hanya sekedar mengajak wajib
pajak, khususnya kalangan menengah ke atas. Seharusnya bukan lagi
imbauan, tetapi pemerintah harus memberikan peringatan keras.
Peringatan tersebut berupa penyampaian konsekuensi yang bisa diterima wajib pajak bila tidak menjalankan tax amnesty.
“Perlu juga disosialisasikan kepada wajib pajak bahwa tax amnesty
ini merupakan kesempatan terakhir bagi wajib pajak tidak patuh untuk
kembali menjadi wajib pajak patuh,” kata Pengamat Pajak dari DDTC
Darussalam kepada detikFinance, Sabtu (17/12/2016).
“Kalau kesempatan ini tidak digunakan maka pasca berakhirnya tax amnesty akan diperlakukan penegakan hukum pajak yang tegas bagi wajib pajak yang tidak patuh yang tidak ikut tax amnesty,” jelasnya.
Diketahui pada 2018 mendatang akan diberlakukan Automatic Exchange of Information (AEoI). Di mana data wajib pajak akan terbuka secara otomatis, tidak hanya di dalam negeri maupun luar negeri.
“Makanya gunakan kesempatan tax amnesty ini untuk melaporkan
seluruh aset yang selama ini belum dilaporkan agar tidak terkena sanksi
administrasi atau bahkan pidana setelah berakhirnya periode tax amnesty,” paparnya.
Pemerintah, menurut Darussalam berfokus untuk mensosialisasikan komponen sanksi tersebut.
“Jadi seharusnya fokus sosialisasinya adalah penekanan terhadap
sanksi yang akan diterima oleh wajib pajak tidak patuh yang masih saja
membandel untuk tidak ikut tax amnesty,” ungkapnya.
Darussalam menambahkan, pemerintah sudah cukup tenang pada posisi
sekarang, sebab perkara gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) sudah
selesai. Diharapkan momentum periode I kembali terulang.
“Seharusnya hasil putusan MK terkait dengan uji materi UU TA yang
menyatakan bahwa UU TA tidak melanggar konstitusi digunakan untuk
mengembalikan momentum tax amnesty yang sempat meredup. Caranya
yaitu dengan mengkampanyekan secara masif kembali seperti yang pernah
dilakukan di periode pertama,” tegas Darussalam.
Sumber: DETIK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar